Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah 7 Tahun Terlalu Ringan?

Kompas.com - 21/01/2011, 08:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Vonis majelis hakim yang menghukum terdakwa Gayus Halomoan Tambunan, mantan pegawai pajak, selama tujuh tahun penjara menuai reaksi dari masyarakat. Putusan itu dinilai terlalu rendah untuk seorang Gayus yang telah mengusik rasa keadilan.

Penilaian itu wajar, lantaran publik mengkaitkan Gayus dengan sosok yang terus berulah. Ia keluar dari rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, sebanyak 68 kali, menyuap sembilan petugas rutan, membuat paspor palsu, hingga pelesiran ke Bali, Malaysia, Makau, dan Singapura saat menyandang status tahanan korupsi.

Belum lagi jika dikaitkan dengan pemilikan harta fantastis untuk pegawai negeri sipil golongan IIIa di Direktorat Jenderal Pajak yakni seratusan miliar rupiah. Gayus juga disebut memiliki tiga pom bensin. Tak pelak, publik mempertanyakan putusan majelis hakim yang diketuai Albertina Ho, hakim yang dikenal tegas.

Apakah semua persepsi publik itu ada dalam dakwaan yang divonis hakim? Tidak! Gayus hanya divonis terkait empat perkara yang dinilai berbagai pihak adalah perkara kecil, perkara yang dikerdilkan, atau istilah Adnan Buyung Nasution, pengacara Gayus, perkara yang "dibonsai".

Mari kita simak. Pertama, Gayus hanya didakwa korupsi Rp 570 juta saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (PT SAT). Angka itu jauh dari harta Gayus sebesar Rp 100 miliar. Tidak ada bukti adanya suap dalam perkara itu. Tak ada pula pejabat di Ditjen Pajak yang ikut bertanggungjawab. Hanya seorang pelaksana, penelaah, dan kepala seksi yang dijerat.

Kedua, Gayus hanya didakwa memberi suap kepada penyidik Bareskrim Polri melalui Haposan Hutagalung uang sebesar 760.000 dollar AS atau sekitar Rp 6,8 miliar. Padahal, Gayus berkali-kali mengaku menyerahkan uang setidaknya Rp 25 miliar kepada Haposan untuk berbagai keperluan selama penyidikan hingga vonis di Pengadilan Negeri Tanggerang.

Dipersidangan, jaksa penuntut umum (JPU) tak dapat menunjukkan bukti adanya penyerahan uang 760.000 dollar AS itu untuk menyakinkan hakim. Angka itu hanya berdasarkan keterangan Haposan, Kompol Arafat, dan AKP Sri Sumartini dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Di persidangan ketiganya mencabut keterangan itu dengan berbagai alasan.

Dakwaan suap itu juga jauh dari apa yang diungkap Komjen Susno Duadji, mantan Kepala Bareskrim Polri. Seperti diketahui, mafia kasus Gayus mencuat dan melebar setelah Susno menyebut adanya jenderal-jenderal yang menerima aliran dana Gayus. Nyatanya, hanya dua penyidik berpangkat rendah yang diajukan ke persidangan. Mereka ditumbalkan? Entahlah. Tak ada pula jaksa yang duduk dikursi dipesakitan.

Ketiga, Gayus didakwa memberikan uang 40.000 dollar AS atau sekitar Rp 360 juta ke Muhtadi Asnun, ketua majelis hakim di PN Tanggerang. Sebanyak 20.000 dollar AS atau sekitar Rp 180 juta diantaranya akan diserahkan ke dua hakim anggota, namun tidak terbukti. Tidak ada pula bukti penyerahan uang itu. Akhirnya, hakim dalam putusannya hanya meyakini Gayus memberi janji uang ke Asnun berdasarkan beberapa pesan singkat permintaan uang yang dikirimkan Asnun ke Gayus.

Keempat, Gayus didakwa memberi keterangan palsu terkait asal usul uang Rp 28 miliar yang diblokir penyidik. Lantaran tak ada dari mana sebenarnya uang itu dalam dakwaan, Hakim menilai perlu ada pembuktian di perkara lain terkait pengakuan Gayus bahwa uang itu dari tiga perusahaan Bakrie Grup.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

    Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

    Nasional
    Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

    Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

    Nasional
    Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

    Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

    Nasional
    Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

    Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

    Nasional
    Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

    Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

    Nasional
    Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

    Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

    Nasional
    May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

    May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

    Nasional
    Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

    Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

    Nasional
    Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

    Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

    Nasional
    Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

    Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

    Nasional
    Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

    Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

    Nasional
    Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

    Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

    Nasional
    Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

    Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

    Nasional
    Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

    Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

    Nasional
    Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

    Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com