Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Melawan Takut Merapi

Kompas.com - 02/11/2010, 08:56 WIB

Namun, Yulianto mengaku tidak kesepian. Dia juga tidak pernah mengeluh atau membandingkan antara besaran gaji dan risiko pekerjaannya yang cukup berbahaya jika terkena awan panas Gunung Merapi.

Saat Merapi ”tenang”, bukan berarti pekerjaan meringan. Petugas PGM harus selalu menajamkan mata mengamati Merapi, baik dari dalam pos dengan teropong maupun dari atas menara. Meleng sedikit, apalagi tertidur saat jaga bisa berakibat fatal.

Zaman Belanda

Petugas PGM mengemban tugas sebagai garda terdepan pengamatan visual Merapi, salah satu dari dua metode pemantauan aktivitas Merapi yang dilakukan BPPTK. Metode lainnya adalah pengamatan instrumental dengan peralatan canggih.

Pengamatan langsung Gunung Merapi merupakan metode paling sederhana dan telah digunakan sejak awal pemantauan gunung berapi teraktif di dunia itu pada masa kolonial Belanda abad ke-19.

Kala itu, karena belum ada peralatan monitoring canggih, menjadikan petugas PGM sebagai satu-satunya andalan untuk mendapatkan informasi secara mendetail seputar aktivitas Merapi. Telinga, mata, dan penciuman para petugas PGM menjadi alat utama untuk mendeteksi berbagai gejala Merapi, khususnya yang mengarah pada bahaya erupsi.

Selain PGM Kaliurang, Badan Geologi juga mendirikan empat pos lain, mengelilingi Merapi, yakni di Jrakah, Ngepos, dan Babadan di wilayah Magelang, serta Selo di Boyolali.

Setiap pos dijaga dua petugas, kecuali pos Babadan yang beranggotakan tiga orang. Saat krisis seperti sekarang, petugas ditambah 1-2 orang dari pos pengamatan gunung berapi lain. Jarak setiap pos dengan puncak Merapi bervariasi, dari yang terdekat 4,5 km (Babadan) dan terjauh 12 km (Ngepos).

Selain para petugas PGM, pemantauan aktivitas Merapi juga dilakukan warga biasa yang tergabung dalam komunitas radio yang tersebar di lereng-lereng Merapi. Salah satunya adalah komunitas Balerante yang bermarkas di Dusun Gondang, Kelurahan Balerante, Klaten. Anggota komunitas Balerante yang lebih dari 1.000 orang terdiri dari warga, relawan, aparat keamanan, dan wartawan. Setiap hari, selama Merapi aktif, mereka terus mengabarkan situasi Merapi dari markasnya di Balerante, yang jaraknya hanya 4 km.

Ribuan orang, termasuk Keraton Yogyakarta, diam-diam mendengarkan live streaming di situs www.merapi.combine.or.id. Manager Bidang Media dan Pengetahuan Yayasan Combine Resource, Yossy Suparyo, mengatakan, mereka menyediakan server untuk menyatukan radio komunitas lereng Merapi. Inisiatif para relawan yang tergabung dalam Jalinan Informasi (Jalin) Merapi membuat jangkauan radio komunitas Balerante yang berdasarkan aturan hanya 2,5 km menjadi tak terbatas.

Saking banyaknya orang yang mengakses live streaming posko Balerante 149.07, kapasitas server Jalin Merapi harus ditambah.

(ENG/PRA/WKM/EGI/GAL/DOT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com