Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Air Mata Membasahi Tanah Sikerei

Kompas.com - 28/10/2010, 04:10 WIB

Iram Sababalat (26) baru saja menempelkan badannya di atas pembaringan di rumahnya di Dusun Muntei Baru Baru, Desa Betumonga, Kecamatan Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Senin (25/10) malam. Ia habis bertugas di sebuah penginapan yang biasa didatangi turis asing di dusun tersebut.

Di pembaringan yang sama, istrinya, Maria Tubeket (18), dan anak mereka, Irwandi (3), sudah menunggunya.

”Saya siap (sudah) makan, baru mau tidur,” papar Iram, yang bekerja sebagai tenaga pengamanan, mengawali ceritanya soal bencana Mentawai.

Senin malam itu, gempa yang berpusat di kedalaman 10 kilometer pada jarak 78 kilometer arah barat daya Pulau Pagai Selatan, yang hanya dipisahkan selat selebar 1 kilometer dari Pulau Pagai Utara, sekonyong-konyong mengguncang rumah Iram. Nyaris bersamaan, tsunami menggulung rumahnya. Tak ada kesempatan melarikan diri. Dunia Iram berubah gelap.

Saat tersadar, Iram sudah berada di atas pohon durian, yang lazim dipergunakan sebagai denda adat (tulou) di kalangan masyarakat tradisional Mentawai. Iram segera turun dan lari menyelamatkan diri ke dataran yang lebih tinggi sebelum datang gelombang kedua. ”Gelombangnya melewati tinggi pohon kelapa,” kata Iram dengan raut muka kosong.

Tsunami berputar di tengah dusun itu dan menyapu cepat apa saja yang ada di atasnya ke arah laut sebelum datang lagi gelombang kedua.

Iram—malam itu juga—menemukan Maria selamat di bawah batang sagu, yang menjadi makanan pokok sebagian orang Mentawai, sementara anaknya ditemukan terpisah dari ibunya dan dalam kondisi sudah tidak bernyawa.

”Namanya Irwandi Sababalat,” kata Iram menyebutkan nama lengkap anaknya. Ia pun tak kuasa membendung air matanya.

Kemarin, Iram dan Maria dievakuasi ke Puskesmas Sikakap di Desa Sikakap, Kecamatan Sikakap. Di tempat tersebut juga ada puluhan korban tsunami lain—mulai dari orang tua, dewasa, hingga anak-anak—yang menderita patah tulang dan luka terbuka. Mereka dirawat seadanya.

Bau anyir dan rintihan korban dengan luka menganga memenuhi ruang-ruang puskesmas tersebut. Sejumlah perawat dan bidan hilir mudik memberikan pelayanan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com