Sosok Besut yang jenaka, tetapi kritis diperankan oleh Slamet Riadi, seniman ludruk Karya Budaya Mojokerto. Ia tak sekadar mampu menghidupkan suasana panggung, tetapi juga mengundang tawa penonton, anak-anak maupun orang tua.
Sebelum menyapa penonton, Besut (Slamet) menari sambil menyanyikan jula-juli. ”Dadi wong ojo murko-murko, Ilangono tindak durhoko, Angur bloko, Wong salah seleh, Becik ketitik Olo ketoro”.
Seusai melantunkan jula-juli, Besut berceloteh ngalor-ngidul. Ia mengkritisi Kebun Binatang Surabaya (KBS) hingga banjir yang melanda kota ini. Dari makanan hewan di KBS yang lenyap hingga penebangan pohon dan penggundulan hutan yang akhirnya mengakibatkan bencana banjir.
”Aku niat ngeludruk, nyambut gawe. Dadi wong gak duwe, tak rewangi kidungan. Surabaya pancen rame, awan bengi gak onok sepine, ojok ngresulo dadi wong gak duwe, sandang pangan larang regane,” kata Besut.
Celotehan Besut itu setidaknya mengingatkan siapa pun agar tetap berusaha dan bekerja keras, serta tidak berkeluh kesah dalam situasi dan kondisi apa pun. Bahkan, saat miskin dan harga melambung tinggi.
Setelah berceloteh, Besut memanggil Jamino (Suhanto Trubus). Kemunculan Jamino tak ayal membuat suasana pertunjukan bertambah gayeng dan ger-geran. Pasalnya, Trubus, yang memerankan sosok Jamino, adalah seniman ludruk Karya Budaya dan merupakan pasangan Slamet setiap kali pentas.
”Pangane kewan kok yo dientit. Drinten (Bon Bin) ojok digawe royokan,” ucap Jamino.
Sayangnya, lakon Bon Bin yang mengusung karut-marut KBS, kurang terekspresikan dalam bahasa besutan atau ludrukan yang ceplas-ceplos dan satir.
Kisah Bon Bin dibumbui rasa cemburu Sumo Gambar (Saiful Anam) tatkala melihat Besut sedang berduaan dengan Rusmini (Ririn Sagita). Adegan berakhir klimaks dengan rajutan cerita KBS yang kurang menggigit alias kurang dramatis, meski dengan kritik-kritik sosial gaya besutan dan ludrukan yang parikena alias menyentuh hati.