Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengais Susu demi Adik

Kompas.com - 10/10/2010, 03:27 WIB

Banjir air dan lumpur juga meluncurkan batang-batang kayu dan batu berukuran besar yang menghantam tembok rumahnya. Dinding rumah hancur dan meruntuhkan atapnya. Beruntung, ia dan istri serta kelima anaknya berhasil menyelamatkan diri.

Kini, istri dan kelima anaknya diungsikan ke Manokwari menggunakan kapal perintis. ”Saya tinggal dulu di Wasior, melihat bagaimana perkembangan nanti. Semoga masih bisa berusaha,” ucap pria asal Pinrang, Sulawesi Selatan, itu.

Ali tidak mau meninggalkan Wasior. Ia telanjur jatuh cinta pada kota yang terletak di kaki Cagar Alam Wondiboi ini. ”Kalaupun ajal tiba, biar menjemput saya di sini saja. Tinggal tawakal kepada Tuhan,” ujarnya.

Karena itu, ia berharap kondisi Wasior yang porak poranda, atau 80 persen infrastrukturnya hancur, ini segera direhabilitasi. Ia ingin segera memulai usahanya meski mulai dari nol.

Perlu diatur

Hingga Sabtu kemarin, kondisi Wasior masih luluh lantak. Gelap gulita menyelimuti berbagai penjuru kota saat malam tiba. Belum lagi, air mengalir dari atas bukit ke jalanan yang menyebabkan becek dan membasahi reruntuhan bangunan.

Aliran air itu dari Sungai Rado, Sanduay, Anggris, Miei, dan Sungai Kabo. Sungai-sungai itu tak mampu menampung curah hujan yang beberapa kali masih turun dari pegunungan Cagar Alam Wondiboi. 

Wondiboi adalah salah satu cagar alam andalan di tanah Papua yang memiliki luas 70.000 hektar. Konturnya yang berlereng tajam dan batuan penyusun yang rapuh membuatnya gampang longsor.

Karena itu, Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi menegaskan perlunya rehabilitasi secara ketat. Ia mengatakan, Teluk Wondama, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Manokwari pada 2002, harus ditata dengan tata ruang yang disahkan dengan peraturan daerah.

Langkah ini perlu agar pembangunan tidak asal dan mengabaikan faktor alam yang telah memberi pelajaran berharga. Dalam bencana di Wasior, sedikitnya 124 orang tewas, 123 orang hilang, 181 orang luka berat, dan 2.000 orang luka ringan.

Kiranya musibah itu mampu menyadarkan semua pihak bahwa pembangunan harus tetap bersahabat dengan alam. Pada masa depan, bocah seperti Fadli tak perlu lagi mengais susu sachet demi dia dan adiknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com