Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Optimisme Genteng Rakyat

Kompas.com - 23/09/2010, 02:45 WIB

Nasan memanfaatkan kemitraan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. Kepada mereka, dia menekankan pentingnya ”jemput bola”, inovasi, dan efisiensi produksi.

Sejak kenaikan harga BBM tahun 2005, banyak pengelola pabrik genteng skala besar (berkapasitas produksi belasan ribu genteng atau lebih per pekan) menutup usahanya. Harga BBM tak terjangkau, sulit diimbangi oleh harga jual genteng. Sebagian pengusaha beralih pada kayu bakar, tetapi harga kayu pun terus naik.

Di tengah situasi itu, pengusaha genteng rakyat dihadapkan pada persaingan ketat dengan produk atap bangunan modern berbahan plastik, fiber, dan beton. Produk ini lebih variatif dan sebagian lebih murah harganya ketimbang genteng tanah liat. Kondisi ini kian merontokkan pabrik skala kecil.

Nasan menepis situasi itu dengan ”jemput bola”. Calon pembeli potensial dia datangi. Ia juga membina hubungan baik dengan pelanggan, tetap berkomunikasi, dan menjaga kepercayaan. Kepercayaan itu terpelihara karena perusahaan Nasan memerhatikan kualitas barang, ketepatan pengiriman, dan lentur dalam pembayaran.

Dia juga mendiversifikasi produk. Saat genteng kian sulit bersaing dengan produk atap modern, dia mengembangkan beraneka produk berbahan tanah liat, seperti roster, keramik beton untuk lantai bangunan bertingkat, keramik dinding, dan ubin terakota. Ia melayani kerja sama, terutama dengan arsitek, dalam pembuatan material khas, seperti untuk vila, rumah tinggal, galeri seni, atau sekolah.

Terkait ongkos produksi yang terus naik, Nasan menyiasatinya dengan efisiensi. Ini mulai pengolahan tanah liat, pencetakan, pengeringan, bentuk rak pengering, hingga gerobak pengangkut dan lorong-lorong lintasan gerobak dia perhatikan secara detail. Semua didesain demi menghemat waktu, tenaga, dan ongkos.

Kepada karyawan dan pengusaha di sekitarnya, dia meyakinkan pentingnya ”jemput bola” dan menjaga hubungan baik. Itu karena umumnya pengusaha genteng hanya menunggu pembeli atau berpuas diri dengan penjualan yang diterima.

Nasan juga mengajak beberapa pengusaha ke pabriknya untuk studi banding. Soal desain rak pengering, gerobak, dan lorong, misalnya, masih dianggap remeh oleh sebagian pengusaha.

”Dengan melihat secara langsung, mereka dapat memahami ada waktu, tenaga, dan ongkos yang dapat dihemat dari hal-hal kecil yang dianggap sepele,” ujarnya.

Usaha berbagi, bagi Nasan, adalah kewajiban sosial yang harus ditunaikan. Untuk pengusaha kecil yang membutuhkan, ia memberikan pendampingan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com