Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tenun Ikat di Tangan Dorce Lussi

Kompas.com - 04/06/2010, 16:27 WIB

Tenun NTT dengan berbagai motif geometris, hewan, bunga, ataupun tanaman itu, dulu—selain sebagai pakaian sehari-hari— juga digunakan untuk berbagai acara adat, seperti pernikahan, kelahiran, ataupun kematian. Namun, belakangan ini tenun ikat umumnya dicari turis dan pendatang untuk suvenir.

Anak yatim

Dorce adalah anak tunggal pasangan Mathias Loleh dan Nelci Loleh Ndun, petani miskin di Pulau Ndao, Kabupaten Rote Ndao. Keluarga ini hidup dari nira lontar hasil sadapan Mathias dan tenun ikat karya Nelci.

Tahun 1960, Mathias meninggal. Sejak itu, ibu dan anak perempuannya itu mengandalkan hidup hanya dari hasil menjual tenun ikat karya Nelci. ”Ketika kami masih di Ndao, Mama biasa pergi ke Baa dan sejumlah pasar di Rote (pulau tetangga) untuk menjual kain tenun, sambil menukar kain tenun dengan beras,” kata Dorce.

Berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) dan kepandaian menenun dari sang bunda, tahun 1984 Dorce menikah secara adat dengan Yus Lussi di Ndao. Mereka lalu merantau ke Kupang, Pulau Timor, disertai Nelci dan Aplonia Sina, ibunda Yus Lussi. ”Tak ada barang berharga yang kami bawa, selain dua unit peralatan menenun milik kedua mama itu,” kata Dorce.

Keluarga ini lalu mendiami pondok sederhana yang dikontrak Rp 12.500 per bulan. Mereka bekerja serabutan, mulai dari mengorek anakan pohon sampai berjualan kue. Yus kemudian diterima bekerja sebagai penjaga kantor Dinas Pertanian NTT dengan gaji Rp 15.000 per bulan. Selain itu, dia juga bekerja sampingan menjual benih sayuran.

Uang hasil kerja sampingan itu, antara lain digunakan untuk membeli bahan baku tenun, seperti benang dan zat pewarna. ”Kami harus membeli bahan baku tenun karena kedua mama itu sehari-hari menenun. Kasihan kalau mereka tidak menenun,” ujar Dorce yang menjadikan hal itu sebagai titik perubahan kehidupan keluarganya.

Alhasil, tenun ikat mereka selalu mendapatkan pembeli. Bahkan, dari hasil tenun ikat itu mereka bisa membeli bahan baku lebih banyak lagi. Sedikit demi sedikit produksi tenun ikat mereka semakin meningkat.

Terbatas

Tahun 1991, secara resmi Dorce memulai usaha tenun ikat Ina Ndao. Empat tahun pertama pemasaran tenun ikat Dorce dibantu oleh Perwakilan NTT di Jakarta. Bahkan, ketika Indonesia dilanda krisis moneter tahun 1997/1998, dia justru ketiban rezeki.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com