Tahun 1650, Raja I Larantuka Ola Adobala dibaptis dan menyerahkan Kerajaan Larantuka kepada Bunda Maria. Setelah itu, putranya, Raja Don Gaspar I, pada 1665 mulai mengarak patung Maria keliling Larantuka.
Dalam perkembangannya, Raja Don Lorenzo I bersumpah kepada Maria atau Tuan Ma dengan memberi gelar tertinggi kepada Maria sebagai raja orang Larantuka.
Oleh karena itu, Larantuka disebut sebagai Kota Reinha (bahasa Portugis) atau Kota Ratu, Kota Maria. Tuan Ma kemudian diyakini sebagai Bunda Maria milik orang Larantuka. Devosi kepada Maria menjadi sentral hidup keluarga dan masyarakat Larantuka.
Proses inkulturasi pun terjadi antara kepercayaan masyarakat lokal, ajaran gereja, dan tradisi yang dibawa Portugis.