"Kesatuan antara manusia dengan alam semesta bisa diwujudkan dalam kekayaan simbol binatang ini," ujar arkeolog dari Balai Arkeologi Yogyakarta, Sofwan Noerwidi, ketika dihubungi.
Patung ganesha yang mengambil wujud kepala gajah, misalnya, merupakan simbol ilmu pengetahuan. Tiap dewa Hindu juga memiliki
wahana atau kendaraan yang semuanya adalah binatang. Dewa Syiwa dengan kendaraan sapi, Dewa Brahma menggunakan angsa, Dewa Wisnu berkendaraan garuda, dan Dewa Indra memiliki kendaraan gajah putih bernama Airawata.
Di dalam ajaran Buddha, binatang juga dianggap sebagai penjelmaan dari Buddha. Pancaran kebaikan Buddha sering kali diejawantahkan dalam bentuk berbagai binatang. Kisah-kisah tentang kebaikan moral pun selalu dilambangkan dengan binatang.
Di Keraton Yogyakarta, sisa-sisa kekayaan lambang binatang masih dapat dilihat pada arsitektur keraton. Dosen Arkeologi UGM,
Sektiadi, pernah meneliti tentang arsitektur di Keraton Yogyakarta dan menemukan kekayaan lambang binatang itu.
Arsitektur bangunan di bagian utara Keraton Yogyakarta didominasi binatang bersayap, sedangkan di bagian selatan lebih banyak gambar naga. Seperti pola zaman Hindu dan Buddha, pahatan tentang gajah terutama diletakkan di dekat tempat-tempat berbahaya, seperti pintu-pintu gerbang.
Secara tradisional, lanjut Sektiadi, manusia mencoba berkomunikasi lewat simbol binatang. Seiring perubahan zaman, manusia cenderung menjauh dari alam. Pudarnya simbol-simbol binatang di Keraton Yogyakarta bisa jadi suatu tanda bahwa zaman terus bergerak
mengikuti alurnya sendiri. (MAWAR KUSUMA)