Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tari Saman, Goyang Sunda, dan Wisata

Kompas.com - 17/01/2010, 06:33 WIB

KOMPAS.com — Pariwisata di mana saja membutuhkan tarian untuk memeriahkan dan menghangatkan suasana. Selain itu, gerakan-gerakan tari pada umumnya merupakan simbol-simbol yang bermakna mengenai bagaimana mereka menjalani kehidupan. Ketika berlangsung Vakantiebeurs 2010, pekan promosi wisata terbesar di Utrecht, Belanda, 12-17 Januari 2010, keberadaan tarian menjadi sangat penting dan berdaya tarik kuat.

Stan Indonesia menjadi penuh sesak ketika pertunjukan tarian dan lagu-lagu daerah yang merupakan bagian dari daging budaya kita ditampilkan. Indonesia punya beragam etnik dan budaya. Tariannya pun bermacam-macam, mulai tari saman yang religius, sasando, hingga jaipong yang menampilkan gerakan 3G, yakni goyang, geol (gerakan pinggul), dan gitek (gerakan bahu).

Semua tarian Nusantara mendapat sambutan dan apresiasi luar biasa dari pengunjung Vakantiebeurs yang diikuti 160 negara. Para pengunjung tidak beranjak dari stan ekshibisi Indonesia sampai ekshibisi budaya selesai.

”Saya suka dengan tarian-tarian Indonesia. Tapi, banyak sekali jumlahnya. Yang jelas saya suka tarian Bali dan Maluku,” kata Gerard, warga Belanda yang meluangkan waktu berjam-jam di stan Indonesia untuk menyaksikan ekshibisi budaya Indonesia.

Suasana bertambah semarak ketika ditampilkan tarian dan lagu yang penuh semangat, seperti "Uhate" dan "Hela Rotane", keceriaan terlihat di antara penonton. Tepuk tangan gemuruh. Bahkan, ketika putra-putri Indonesia menampilkan tarian Sunda dalam gendang rampak dan topeng rehe, spontan bule-bule itu bersemangat dan masuk arena untuk ikut berjoget, mengimbangi gerakan 3G, goyang, geol, dan gitek.

Gerakan 3G dari tarian tradisional Sunda ini memang ditunggu banyak pengunjung karena sempat menimbulkan pro-kontra di Bandung, ibu kota asal tarian jaipongan. Pihak yang menentang menilai gerakan 3G terlalu kasar dan erotis.

Sambutan yang luar biasa itu membuat stan Indonesia sangat ramai. Stan-stan negara lain menjadi sepi. Petugas stan lain merasa terganggu dan mengaku sulit melakukan transaksi bisnis wisata.

Ekshibisi budaya Indonesia yang berlangsung pada hari kedua pameran, Rabu (13/1/2010), itu pun diprotes pengelola stan negara lain. Mereka melancarkan protes kepada panitia Vakantiebeurs. Dan, panitia selanjutnya menegur penyelenggara pertunjukan budaya Indonesia.

”Kami diingatkan pagi hari, siang, dan sore. Panitia mengancam akan mencabut listrik. Kami diminta tidak menyelenggarakan ekshibisi yang mengeluarkan suara keras, melebihi 80 db. Tapi semua alat ini kan didesain untuk suara keras. Tanpa pengeras suara, alat kami ini sudah keras,” kata Agus Safari, Koordinator Pertunjukan Indonesia di Vakantiebeurs, sambil menunjuk alat musik gending, gambang, bonang, dan perkusi.

Pihak Indonesia akhirnya mengambil jalan tengah dalam ”perselisihan” ini. Mulai hari ketiga, ekshibisi budaya tidak lagi menggunakan tetabuhan keras. Tarian dan lagu-lagu yang ditampilkan pun dipilih yang lembut-lembut, seperti kliningan (sunda) dan sasando. Suasananya menjadi kurang meriah.

Meskipun demikian, pengunjung tetap berjubel dan menanti tari-tarian keras dan bersemangat. Kadang-kadang, para musisi dan penari dari Sanggar Robot Percussion, Bandung, ini lupa membawakan musik lembut. Musik etnik kreatif yang keras kembali mengentak panggung di salah satu stan Indonesia yang khusus digunakan untuk ekshibisi budaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com