JAKARTA, KOMPAS.com —
”Saya ditonjok dari arah samping kanan,” kata Fiqih kepada wartawan di rumahnya di Jalan Media Massa RT 12 RW 01, Nomor 15, Cipinang Muara, Jaktim, Selasa.
Menurut Fiqih, guru olahraganya itu memukul dirinya setelah dia melihat Fiqih membawa dua topi. Satu topi dikenakan Fiqih, sementara topi lainnya dipegang.
”Karena saya tidak menemukan topi saya, saya lalu meminjam topi kawan saya. Tetapi menjelang bel sekolah berbunyi, topi milik saya, saya temukan di laci bangku sekolah. Topi milik saya kemudian saya pegang, sedang topi kawan saya, saya pakai,” jelas Fiqih.
Melihat hal itu, Qdr menyuruh Fiqih meletakkan salah satu topi di kelas. Siswa itu patuh. Tetapi, saat kembali ke barisan untuk mengikuti upacara, Qdr memukul Fiqih. Setelah itu Qdr membentak, ”Nanti kamu menghadap saya setelah upacara ya!”
Karena ketakutan, Fiqih mengulum darah dari bibirnya yang pecah di mulut. Ia lalu pindah ke barisan paling belakang. Seusai upacara, ia baru berani membuang darahnya.
”Selama upacara saya menahan sakit. Darah saya tahan sampai upacara selesai,” ucap bungsu dari enam bersaudara, anak pasangan Zaenudin Tarmidi-Yuyun ini.
Setibanya di rumah, Yuyun melihat bibir anaknya bengkak. Yuyun bertanya penyebabnya. Fiqih yang masih ketakutan menjawab, ”Cuma sariawan.”
”Saya tidak percaya begitu saja. Saya bilang, kamu habis berkelahi ya? Dia menggelengkan kepala. Setelah saya bujuk agar tidak takut mengatakan hal yang sebenarnya, Fiqih mengaku habis ditonjok guru olahraganya,” kata Yuyun yang mendampingi Fiqih. Fiqih lalu menceritakan kasusnya kepada keluarga.