Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Enggan Buat Sertifikat

Kompas.com - 15/04/2009, 04:56 WIB

Bandar Lampung, Kompas - Lampung tercatat sebagai salah satu produsen kopi robusta terbesar di Indonesia. Akan tetapi, kesadaran produsen atau pemerintah daerah untuk menyertifikasikan produk kopinya masih rendah.

Dari sejumlah produsen atau eksportir kopi di Lampung, baru satu perusahaan yang sudah memiliki kesadaran untuk melakukan sertifikasi.

”Hal tersebut berbeda jauh dengan produsen/eksportir di Sumatera Utara yang sudah sadar dengan sertifikasi tersebut,” ujar Surip Mawardi, ahli kopi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, pada acara Sarasehan Sertifikasi dan Perlindungan Indikasi Geografis pada Kopi di Bandar Lampung, Selasa (14/4).

Di Lampung baru Indocafco yang sudah memiliki sertifikasi produk kopi. Adapun di Sumatera Utara tercatat beberapa perusahaan atau produsen sudah menyertifikatkan produk kopi, seperti Sari Makmur, Agricom, dan Menacom. ”Masih ada beberapa nama lain yang sudah sadar dengan sertifikasi ini,” ujarnya.

Surip mengatakan, sertifikasi tersebut sangat penting karena pasar kopi bersertifikasi pada perdagangan internasional terus tumbuh. Seiring peningkatan permintaan kopi bersertifikat, pembeli sering kali mensyaratkan adanya kondisi tertentu dari kopi yang dibeli.

Ia mencontohkan, kopi yang dibeli dari Indonesia, misalnya harus ramah lingkungan, berasal dari pertanian organik, kopi diperdagangkan dalam mata rantai perdagangan yang berimbang, dan syarat kopi yang diproduksi bersahabat dengan burung. ”Itu semua ada sertifikasinya,” ujar Surip.

Syarat sertifikasi

Sertifikasi biasanya mensyaratkan adanya bantuan teknis budidaya dan pascapanen kepada petani. Bantuan teknis tersebut diberikan oleh produsen atau eksportir yang akan menyertifikasikan kopi.

Secara langsung, bantuan teknis budidaya ataupun pascapanen tersebut akan mendorong terjadinya sistem produksi kopi yang berkelanjutan di Indonesia. Keuntungan lainnya dengan melakukan sertifikasi, kopi bersertifikat membuat produsen bisa mengakses pasar yang meminta standar tertentu.

Selain itu, kopi bersertifikasi membuat produsen mampu mengantisipasi terjadinya kecenderungan konsumsi yang mengutamakan produk-produk yang dapat dipertanggungjawabkan di pasar global. Sedangkan para petani yang mendapat pembinaan budidaya dan pascapanen akan mendapatkan keuntungan berupa harga beli yang lebih tinggi dari kopi tidak bersertifikat.

Surip mengatakan, untuk Indonesia sampai saat ini yang memiliki kemampuan melakukan sertifikasi baru para eksportir. Hal itu karena para eksportir memiliki pendanaan untuk membayar lembaga akreditor yang menyertifikasi kopi yang akan diekspor. Para petani belum bisa melakukan sertifikasi sendiri karena keterbatasan kepemilikan lahan, dana, atau kelembagaan.

Meski demikian, tidak menutup kemungkinan para petani bisa melakukan sertifikasi atas produk kopi. Kuncinya, setiap pemerintah daerah melalui dinas perkebunan secara intensif membimbing para petani kopi untuk sadar kualitas. Petani didorong membentuk kelembagaan petani dalam bentuk koperasi sehingga bisa melakukan jual beli dan memiliki kemampuan menyertifikasikan produk kopi.

Selain itu, pemerintah dapat berperan sebagai lembaga akreditor dengan membentuk lembaga independen yang punya standar sertifikasi seperti yang disyaratkan lembaga akreditor luar negeri. ”Lembaga tersebut harus sudah dikenal pembeli luar negeri,” ujar Surip. (HLN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com