Jakarta, Kompas -
Belum tersedianya pasokan gas akibat PT Perusahaan Gas Negara (PGN) belum menyambung pipa gas dari pipa induk ke kompresor ke ketiga stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) tersebut.
”PT PGN belum akan menyambungkan pipa karena adanya piutang dari perusahaan lain, termasuk denda per 15 Desember 2008,” papar Manajer Teknik PT Aksara Andalan Prima (AAP), pemilik ketiga SPBG tersebut, Nurhaskim, Selasa (3/3).
Nurhaskim menjelaskan, PT PGN telah melanggar MOU 8 April 2005 yang ditandatangani Direktur PT Pertamina Widya Purnama, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, dan Dirut PT PGN WMP Simanjuntak. MOU itu, antara lain, menyebutkan, PT PGN akan mengoperasikan jaringan pipa gas untuk mengalirkan bahan bakar gas (BBG) sampai titik lokasi SPBG.
Nurhaskim menjelaskan, masalah belum adanya pasokan gas sudah empat kali dirapatkan antarpihak. ”Hasil rapat memutuskan agar PT PGN segera menyuplai gas ke ketiga SPBG itu. Tetapi, sampai sekarang tidak jelas juntrungannya. Terakhir PT PGN beralasan tak ada fasilitas untuk menyuplai gasnya,” ujarnya.
Menurut dia, PT PGN dalam surat tertulis kepada Kepala Dinas Perindustrian dan Energi tertanggal 21 Januari 2009 yang ditandatangani Kepala Divisi Corporate Sales PT PGN Melanton Ganap menyebutkan, PT PGN setuju menyambungkan pipa gas ke ketiga SPBG itu asalkan Pemprov DKI Jakarta terlebih dahulu menyelesaikan piutang PT Petross Gas sebesar Rp 16.894.110.726 yang hingga kini belum ada penyelesaiannya.
Nurhaskim menjelaskan, belum adanya pasokan gas karena pipa gas belum tersedia
mengakibatkan pihaknya merugi. Biaya investasi yang dikeluarkan mencapai Rp 50 miliar. ”Bunga bank jalan terus, sementara SPBG belum bisa dioperasikan,” jelasnya.
Dalam perhitungan kotor, Nurhaskim mengatakan, jika SPBG tersebut beroperasi, keuntungan yang diperoleh Rp 850 per liter.
Dengan asumsi keuntungan itu, kerugian yang dialami ketiga SPBG tersebut selama empat bulan mencapai Rp 122 miliar.(PIN)