Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepotong Jalan Rusia dan Impian Soekarno

Kompas.com - 19/02/2009, 02:21 WIB

Menggali gambut

Sepotong jalan itu menjadi saksi kemahiran insinyur-insinyur Rusia membangun jalan di tanah yang sangat berbeda kondisinya dengan negara asal mereka. Sabran mengisahkan, semua gambut di tapak jalan dikeruk. ”Setelah gambut dikeruk, terciptalah alur seperti sungai. Lalu, alur itu diisi batu, pasir, dan tanah padat,” kata Sabran.

Pada 17 Desember 1962, pembangunan fondasi Jalan Rusia selesai. Pada tahun-tahun berikutnya, tinggal pembuatan drainase, pengerasan, dan pengaspalan. Pekerjaan yang lambat, tetapi hasilnya prima.

Namun, pembangunan jalan yang direncanakan sepanjang 175 kilometer melewati Parenggean lalu ke Sampit dan Pangkalan Bun kemudian menghubungkan Palangkaraya dengan pelabuhan-pelabuhan sungai menuju ke Jawa ini dihentikan awal tahun 1966. Ketika itu jalan yang terbangun baru 34 km.

Pergantian kekuasaan pasca-Gerakan 30 September 1965 membuat orang-orang Rusia bergegas meninggalkan Indonesia. Semua pekerja proyek menyembunyikan diri karena tak ingin disangkutpautkan dengan Rusia, Partai Komunis Indonesia, atau bahkan Soekarno.

Cerita pembangunan Jalan Rusia itu pun tamat. Segala yang berbau Rusia dihapus, termasuk ilmu pembangunan jalan yang diajarkan insinyur mereka di ruas Palangkaraya-Tangkiling. Pembangunan jalan di Kalimantan tidak pernah lagi dimulai dengan mengeruk gambut. Namun, cukup dengan fondasi berupa kayu galam yang ditancapkan di lahan gambut itu (fondasi ini dikenal sebagai cerucuk). Pembangunan jalan menjadi lebih murah dan cepat, tetapi konstruksi jalan tidak awet.

Kepala Bidang Bina Marga Dinas PU Provinsi Kalteng Ridwan Manurung menuturkan, secara teori, ruas Palangkaraya- Tangkiling yang dibangun Rusia itu yang benar. ”Saat membuka trase jalan, harus diperhatikan struktur tanah dasar, fondasi, dan lapisan penutupnya. Jika ada tanah humus, harus diganti dengan pasir, tanah padat, atau granit. Sedalam apa pun gambutnya, harus dibuang,” katanya.

Menurut Wibowo, pembangunan jalan dengan teknik Rusia itu membutuhkan biaya tiga kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan teknik yang dilakukan dengan cerucuk, seperti yang sekarang kita buat. ”Namun, umur jalan dengan teknik Rusia itu bisa lima kali lipat dari jalan kita,” katanya.

Bangsa ini sepertinya memang suka yang instan. Cepat selesai, cepat pula hancur. (RYO/FUL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com