Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Siap-siap "Ngutang" Lagi

Kompas.com - 10/11/2008, 06:37 WIB

JAKARTA, SENIN - Meskipun sudah dianggap tidak layak mendapatkan pinjaman murah, dalam kondisi krisis, Indonesia masih berpeluang mendapatkan skema pinjaman multilateral dan bilateral yang bersyarat ringan. Atas dasar itu, Departemen Keuangan mulai menjajaki fasilitas ini dengan beberapa kreditor utama.

Hal itu dilakukan untuk mendapatkan dana pinjaman yang hanya digunakan jika terjadi krisis keuangan. ”Biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam memperoleh pinjaman khusus krisis ini jauh lebih murah dibandingkan biaya penerbitan surat berharga negara (SBN), tetapi masih sedikit lebih tinggi dibandingkan bunga pada pinjaman program,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto, pekan lalu di Jakarta.

Sejak pertengahan tahun 2007, Indonesia sudah tak diperkenankan memperoleh pinjaman sangat lunak karena pendapatan per kapitanya telah meningkat menjadi di atas 800 dollar AS per tahun. Dengan demikian, statusnya tak lagi negara miskin.

Akibatnya, ada beberapa skema utang luar negeri yang tidak bisa diminta Indonesia lagi, antara lain pinjaman sangat lunak (official development assistance/ODA).

Skema ODA selalu disertai elemen hibah sekitar 35 persen dari total pinjamannya. Seluruh pinjaman ODA biasanya jatuh tempo pada waktu yang sangat panjang, yakni 30-40 tahun dengan suku bunga 0 persen-3,5 persen per tahun. Pinjaman ODA diberikan oleh Pemerintah Jepang dan Inggris hanya untuk pembangunan ekonomi atau peningkatan kesejahteraan sosial.

Di samping itu, ada juga pinjaman berkategori lunak lainnya yang diberikan Bank Dunia, yakni dengan masa jatuh tempo 30 tahun dan tingkat suku bunga 0,75 persen per tahun, yakni IDA.

Adapun kredit lunak dari Bank Pembangunan Asia (ADB) diberikan dalam skema Asian development fund (ADF) dengan masa jatuh tempo 32 tahun dan suku bunga 0,75 persen per tahun.

Menurut Rahmat, Indonesia masih bisa memperoleh skema kredit yang sedikit lebih mahal dari pinjaman itu. Kondisi yang harus dipenuhi untuk mendapatkan pinjaman semi-murah itu adalah kegagalan Pemerintah Indonesia menerbitkan SBN.

Pasar SBN

Pada situasi krisis, SBN pemerintah bisa saja tidak ada yang membeli meskipun ditawarkan dengan tingkat imbal hasil yang sangat tinggi. ”Atas dasar itu, kami membutuhkan fasilitas pinjaman khusus untuk tahun 2009 dan 2010. Pada tahun itu, pasar SBN diperkirakan masih mengalami krisis, di mana yield (imbal hasil) SBN sangat tinggi dan belum tentu ada yang mau beli,” ujar Rahmat Waluyanto.

Di awal tahun 2008, yield SBN Indonesia bertenor sepuluh tahun sempat melonjak ke level 12 persen per tahun. Namun, pada pertengahan Oktober 2008, naik lagi ke posisi 20 persen per tahun. Imbal hasil setinggi itu sangat jauh dari suku bunga pinjaman lunak yang ditawarkan kreditor bilateral dan multilateral.

Saat ini, pemerintah sedang menjajaki fasilitas pinjaman khusus krisis dari Bank Dunia, ADB, Bank Pembangunan Islam (IDB) serta dari kreditor bilateral, seperti Jepang, Australia, dan Perancis.

Pinjaman yang diperoleh tidak untuk menambah nilai target pinjaman luar negeri di APBN, tetapi hanya menggantikan dana yang tidak bisa diperoleh pemerintah dari penerbitan SBN. ”Jumlah dan sumber pinjaman tersebut masih akan dibahas dengan kreditor. Saya dan pejabat kantor Menko Perekonomian serta Bappenas akan ke Tokyo dan Bank Dunia untuk menjajaki ini, tanggal 8 Oktober 2008,” ujar Rahmat.

Anggota Komisi XI DPR, Andi Rahmat, mengatakan, mulai tahun depan, pemerintah harus menggunakan segala cara agar defisit dalam APBN bisa ditutupi, termasuk dengan menggunakan cara-cara yang dinilai tabu saat ini, yakni memperbanyak pinjaman luar negeri.

Pada tahun 2009, lanjut Andi, dunia akan kesulitan memperoleh likuiditas, terutama dollar AS, karena Amerika akan menyedot sebagian besar dollar AS untuk memulihkan perekonomiannya. ”Dampaknya adalah, semua pihak menahan dollar AS yang mereka miliki. Akibatnya, Indonesia akan sangat sulit menjual obligasinya,” ujar Andi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com