Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Buku Elektronik Menyisakan Masalah

Kompas.com - 31/08/2008, 04:09 WIB


JAKARTA, SABTU - Hasil research Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan (Puslitjaknov), Depdiknas, terhadap Kebijakan buku murah dan program pengadaan buku sekolah elektronik (BSE) menemukan berbagai kendala dalam pelaksanaanya. Kebijakan itu masih memerlukan tambahan beberapa hal agar dapat dilaksanakan dengan baik.

"Ada perbedaan kepentingan antara Depdiknas dengan pihak penerbit buku. Dan itu sampai sekarang belum bisa klop, sehingga masih timbul banyak kendala di lapangan," ungkap Iskandar Agung dari Puslitjaknov Depdiknas kepada Persda Network, Sabtu (30/8).

Menurut keterangan Iskandar, Depdiknas sebenarnya sudah membuka diri terhadap keinginan pihak penerbit untuk memperdagangkan buku teks pelajaran yang diterbitkan, asal telah memenuhi syarat penilaian oleh pihak BSNP serta tidak melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan.

Pihak penerbit tidak keberatan dengan persyaratan tersebut. Hanya saja sampai saat ini pihak penerbit masih keberatan dengan HET yang di patok Depdinas. HET, dinilai masih mengabaikan sejumlah unsur yang harus ditanggung oleh penerbit, seperti biaya editor, royalty penulis, pendistribusian, kertas, faktor resiko kerugian, dan sebagainya. "Akibatnya penerbit  masih keberatan dengan HET," katanya.

Menurut Iskandar, pihak penerbit menginginkan HET berada dikisaran harga 70 persen dari HET yang ditentukan saat ini. Keinginan penerbit itu dinilainya masih terlalu tinggi. "Untuk mencapai kesepakatan dalam penetapan HET buku,  pemerintah dan penerbit hendaknya dapat duduk bersama, sehingga dapat menentukan harga buku teks pelajaran yang wajar," sarannya.

Tindakan ini perlu segera dilaksanakan, karena secara langsung berhubungan dengan upaya memberikan kepastian dan kemudahan perolehan buku teks pelajaran di sekolah.

Program BSE yang awalnya untuk menciptakan buku sekolah yang murah dan memiliki umur pakai hingga lima tahun, pada kenyataanya justru buku itu menjadi lebih mahal karena belum tersedia secara meluas dan umur pakai lebih pendek hanya berkisar dua tahun.

Gejala yang muncul saat ini, berbagai pihak di sekolah mengalami kesulitan memperoleh buku teks pelajaran, sehingga kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung antara guru dan murid tanpa menggunakan buku acuan ataupun menggunakan buku referensi yang lama yang (mungkin) tidak sesuai lagi dengan pengembangan kurikulum yang ada.

Agar program buku murah dapat terlaksana dan penerbit tidak dirugikan, dapat dilaksanakan apabila  political will dari pemerintah untuk memberikan kemudahan dan dukungan terhadap industri perbukuan, khususnya pengadaan buku teks pelajaran.

"Salah satu cara yang dapat dilaksanakan adalah melakukan regulasi terhadap sejumlah hal yang terkait dengan upaya pengadaan buku teks pelajaran, misalnya mengurangi dan bahkan meniadakan pajak kertas, tinta, dan sebagainya untuk pendidikan," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com