Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukun Cilik Jadi Jutawan

Kompas.com - 10/02/2009, 07:37 WIB

JOMBANG — Tak bisa disangkal, sejak menemukan batu ajaib dan secara "resmi" melakukan pengobatan dengan mencelupkan batu ke dalam air putih pasien untuk diminum, Ponari selalu kebanjiran pasien.
    
Lantas, berapa penghasilan Ponari dari puluhan ribu pasien yang datang? Sedikitnya mencapai Rp 328 juta. Informasi itu datang dari Senen (70), kakek Ponari. Bahkan, sekarang jumlah itu bisa lebih banyak karena menurut Senen, jumlah Rp 328 juta merupakan jumlah yang diketahui pada Jumat (6/2).

“Saat itu saya yang menyetor uangnya ke bank,” kata Senen yang ditemui pada Senin. Jumlah sebesar itu memang sangat wajar. Sebab, sejak buka praktik pada 17 Januari, rata-rata setiap hari Ponari mengobati 5.000 orang.

Jika setiap pengunjung yang berobat itu memasukkan uang ke kotak amal yang disediakan rata-rata Rp 5.000, sampai Jumat, yakni selama 20 hari pengobatan (setelah dikurangi libur setiap Jumat dan libur akibat penutupan sementara empat hari), akan terkumpul uang Rp 425 juta.

Senen mengaku, tidak semua uang dari kotak amal dimasukkan ke bank, tetapi sebagian juga untuk kebutuhan operasional sehari-hari, seperti sewa tenda, pengeras suara, dan makan minum panitia. “Kalau jumlah totalnya saya kurang tahu,” kata Senen.

Hitung-hitungan di atas kertas, jumlah yang diterima Ponari lewat kotak amal jauh lebih tinggi karena banyak pengunjung memasukkan uang ke kotak amal lebih dari lembaran Rp 5.000.

Apalagi, banyak pengunjung yang membawa lebih dari satu wadah air putih karena dititipi kerabat dan tetangga Logikanya, uang yang dimasukkan ke kotak amal lebih dari Rp 5.000.

Memang, panitia selalu mengumumkan kotak amal disediakan untuk diisi secara sukarela khusus bagi yang mampu. Jika tidak mampu, panitia juga tidak memaksa.

Pada awal-awal melakukan praktik pengobatan, ketika jumlah pengunjung masih sangat sedikit dan Ponari yang langsung menerima, Ponari memberikan persyaratan agar uang diberikan tak lebih dari Rp 5.000.

Namun, dalam perkembangannya, peluang pengunjung memberikan uang lebih dari Rp 5.000 itu terbuka lebar. Sebab, sekarang pengunjung memasukkan uang terbungkus amplop ke kotak tanpa diketahui Ponari.
    
Sistem karcis

Selain dinikmati Ponari (dan keluarganya), ramainya pengobatan Ponari juga dinikmati tetangga dan warga desa setempat. Untuk panitia misalnya, sekarang juga bisa mendapatkan hasil dari "penjualan" karcis yang setiap karcis harus ditebus dengan Rp 1.000.
    
Awalnya, sistem karcis diterapkan untuk membatasi membeludaknya pengunjung. Artinya, jika karcis yang terjual sudah sampai pada nomor urut 10.000, penjualan dihentikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com