Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surabaya "Panen" Bayi Buangan

Kompas.com - 03/09/2008, 08:45 WIB

SURABAYA, RABU — Mengawali puasa tahun ini, Surabaya 'panen' bayi yang dibuang orangtuanya. Senin (1/9) lalu, warga Jl Jetis Kulon Gang III/22 geger dengan temuan mayat bayi laki-laki di rumah kos milik Saudah (73). Kini, Selasa kemarin, warga Jl Siwalan Tengah, Gang Kurma, yang heboh. Bayi laki-laki yang sudah tak bernyawa ditemukan terbungkus dalam tas kresek warna putih di selokan depan rumah Subakir, ketua RT setempat.

Saat itu Subakir sedang menikmati takjil di rumahnya seusai shalat tawarih. Dia curiga dengan seorang perempuan yang lalu lalang di depan rumahnya. “Gadis itu terlihat bingung. Di tangannya saya melihat bungkusan tas kresek,” ujarnya saat diperiksa di Polsek Wonocolo, Selasa.

Tak lama berselang, wanita itu sudah tidak terlihat. Merasa ada yang aneh, Subakir keluar rumah memastikan keadaan sekitar. Tiba-tiba mata pria ini tertuju pada tas kresek warna putih di selokan depan rumahnya. Ia lalu menghampiri dan membuka tas kresek tersebut. Ternyata di dalam tas kresek itu berisi mayat bayi yang masih lengkap dengan tali pusarnya. Spontan, ia meminta tolong warganya untuk membantu mengevakuasi mayat bayi, kemudian melaporkan hal ini ke Polsek Wonocolo.

Kecurigaan Subakir dibenarkan pemuda kampung yang saat itu sedang cangkruk di warung milik Supadi. Bahkan, mereka sempat menggoda perempuan yang diakui warga lumayan cantik itu. "Dia bawa tas kresek yang kami kira itu isinya roti. Makanya kami goda,” kata Wawan, pemuda setempat.

Beberapa pemuda mengaku pernah melihat wajah perempuan itu di sebuah kampus yang tak jauh dari lokasi penemuan mayat bayi. “Kayaknya sih pernah lihat dia saat kuliah,” ujar beberapa rekan Wawan yang ditemui di sekitar rumah Subakir.

Dikonfirmasi terpisah, Kapolsek Wonocolo AKP Supi'i membenarkan penemuan mayat bayi itu. “Kami masih melakukan penelusuran siapa orangtua bayi itu,” ujarnya. Menurutnya, dari hasil pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, ciri-ciri perempuan itu saat membuang bayi berkaus merah muda, memakai celana pendek warna hitam, berkulit putih, dan rambut sebahu. Karena lokasi pembuangannya di jalan, polisi agak kesulitan mengidentifikasi tersangka pembuang bayi.

Ini berbeda dengan penemuan mayat bayi di rumah kos milik Saudah, Senin (1/9) lalu. Mayat bayi laki-laki yang mulai membusuk itu ditemukan di dekat gudang di bawah jendela kamar mandi penghuni kos. Polsek Wonokromo yang mendapat laporan itu langsung menggiring seluruh penghuni kos berikut saksi yang pertama menemukan bayi.

Hasilnya, Elfi Detan (21), pramuniaga produk kecantikan di Royal Plasa yang sejak tujuh bulan lalu menghuni kamar kos Saudah, ditetapkan sebagai tersangka. Saat diperiksa, Elfi mengaku melahirkan bayi itu Sabtu (30/9) lalu sebelum subuh di kamar mandi rumah kos.

Dia terpaksa membunuh dan membuang darah dagingnya lantaran panik dengan kelahiran anak di luar nikah itu. Saat ditanya siapa bapak bayinya, Elfi mengaku tak ingat. “Dia menyebut ada tiga orang, tapi siapa saja mereka, dia mengaku tidak ingat,” ujar AKP Nuriyadi, Kapolsek Wonokromo. Alasannya karena saat berhubungan badan, Elfi dalam kondisi mabuk. Saat itu, dia berkenalan dengan tiga laki-laki di sebuah tempat hiburan malam di PTC.

Pada Maret lalu, orok berkelamin laki-laki berusia sekitar 5 bulan ditemukan di jalur tiga rel Kereta Api Stasiun Pasar Turi. Janin dari hubungan gelap itu ditemukan pedagang asongan, Muanah, warga Jl Gundih Lapangan. Ketika ditemukan, posisi orok tak bernyawa ini dibungkus kain putih dan digeletakkan di tepi rel KA.

Degradasi Moral

Banyaknya kasus pembuangan bayi, menurut psikolog Universitas SurabayaDra Elly Yuliandari M Psi merupakan bentuk degradasi moral. “Umumnya kehadiran bayi itu berasal dari kehamilan yang tak diinginkan. Tentunya kehadiran bayi juga menjadi hal yang tak diinginkan,” jelasnya ketika dihubungi Surya, Selasa (2/9) malam.

Elly menyebutkan, kondisi cemas dan panik ketika bayi yang tak diinginkan itu lahir turut menunjang perbuatan kriminal tersebut. Kepanikan itu bisa terjadi karena merasa akan membuat mereka berubah gaya hidup, tanggung jawab, aktivitas, dan status. Perubahan itu tidak bisa mereka terima sehingga mengambil jalan pintas dengan membuang bayi. “Sebenarnya bila secara psikologis kecemasan dan kepanikan itu bisa dihilangkan, kemungkinan untuk menyelesaikan masalah kehamilan maupun kelahiran bayi yang tidak diinginkan menjadi hal yang lebih baik dibandingkan memilih membuangnya,” katanya.

Menurutnya, degradasi moral ini tidak hanya secara individu, tapi bisa terjadi akibat keluarga dan lingkungan yang tidak mendukung. Hal itu pula yang terjadi hingga jalan terburuk dengan bertindak kriminalitas dilakukan. “Dalam kondisi sudah di tengah jalan, bila moral di keluarga dan lingkungan bisa membantu membentuk moral individu, tentu permasalahan yang dialami individu bisa dibantu tanpa berlaku kriminal,” kata Elly. (TJA/MIF/RIE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com