KOMPAS.com - Teguh Joko Pratikno (45), anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di tempat pemungutan suara (TPS) 11 Desa Curugsewu, Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, meninggal saat bertugas.
Ia meninggal pada Rabu (14/2/2024) diduga karena sakit jantung.
Buntut kejadian itu, keluarga berharap agar pemerintah membantu pendidikan empat anak korban.
Berita lainnya, sekelompok orang mendatangi sejumlah TPS di Kecamatan Parado, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu malam.
Peristiwa terjadi saat sejumlah TPS melakukan penghitungan suara untuk calon anggota legislatif (Caleg) DPRD Kabupaten Bima.
Tak hanya merusak TPS, massa juga membakar kotak suara.
Berikut berita-berita yang menjadi sorotan pembaca Kompas.com pada Kamis (15/2/2024).
Kematian Teguh Joko Pratikno, anggota KPPS di TPS 11 Desa Curugsewu, Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal, menyisakan duka bagi keluarga.
Kakek Teguh, Muhamad Ali Syahid (73), berharap agar pemerintah membantu pendidikan empat anak korban.
Ali menilai, Teguh meninggal saat menjalankan tugas negara.
“Teguh bekerja di taman buah milik swasta. Anak-anaknya masih sekolah. Mereka butuh biaya,” ujarnya, Kamis.
Terkait dengan permintaan keluarga Teguh, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Kendal Sugiono mengaku akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten Kendal.
Baca selengkapnya: Keluarga Anggota KPPS Kendal yang Meninggal Minta Pemerintah Tanggung Biaya Pendidikan 4 Anak Korban
Sekelompok orang mendatangi sejumlah TPS di Kecamatan Parado, Kabupaten Bima, NTB.
Massa merusak sejumlah TPS di desa-desa di Kecamatan Parado, seperti Desa Parado Rato, Kuta, Kanca, Parado Wane, hingga ke pelosok Desa Lere.
Warga Desa Parado Rato, ABD, mengatakan, massa datang sambil membawa parang.
ABD menduga, aksi massa itu dipicu oleh kekesalan mereka karena lima caleg lokal dari Kecamatan Parado mendapat perolehan suara kecil.
"Harapan kami bersama orang di Parado itu harus ada yang duduk di DPRD, karena selama ini belum ada," Kamis (15/2/2024).
Baca selengkapnya: Warga di Bima Rusak TPS dan Bakar Kotak Surat Suara
Pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi salah satu hal yang mencolok saat pemilu. Hal ini disampaikan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Lolly Suhenty.
Berdasarkan data yang dimilikinya, pelanggaran netralitas ASN menjadi kedua yang terbesar setelah pelanggaran etik para penyelenggara pemilu.
“Dari 1.200 lebih penanganan pelanggaran yang ada di Bawaslu, pelanggaran netralitas ASN itu menjadi kedua yang terbesar setelah pelanggaran etik penyelenggara pemilu,” ungkapnya, Rabu.
Lolly memandang, pelanggaran netralitas ASN bisa terjadi atas inisiatif sendiri atau karena terkondisikan.
“ASN itu juga kan manusia, person to person, ya. Kita tidak tahu. Dalam proses inilah maka Bawaslu selalu melakukan upaya penanganan pelanggaran untuk memastikan itu tadi, bahwa kita mau melihat siapa, ada apa, dan bagaimana," tuturnya.
Baca selengkapnya: Bawaslu: Pelanggaran Netralitas ASN Kedua Terbesar Setelah Etik