SEMARANG, KOMPAS.com - Belum lama ini, Menkopolhukam Mahfud MD dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa muncul sebagai kandidat calon wakil presiden (cawapres) pasangan Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024.
Kendati demikian, pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip), Nur Hidayat Sardini, meragukan keduanya bakal mendulang banyak suara untuk pemenangan Ganjar dalam kontestasi Pilpres mendatang.
"(Mahfud dan Khofifah) bisa mendulang suara (untuk Ganjar) atau enggak kan harus dibuktikan," ujar mantan Ketua Bawaslu RI itu, saat dihubungi melalui sambungan telepon, pada Rabu (4/10/2023).
Meskipun Mahfud dan Khofifah merupakan tokoh yang popular di masyarakat, elektabilitas keduanya tetap perlu dibuktikan dengan survei.
Baca juga: Diare Jadi Penyakit Paling Subur di Semarang Selama Kemarau, Dinkes Imbau Warga Tunda Diet
"Tentu kan dua hal yang sering dijadikan pedoman (bukti). Satu yang paling pasti adalah Pemilu itu sendiri, yang kedua melalui survei kalau untuk mengukur apakah itu dapat mendulang suara atau enggak," ungkap dia.
Ketua Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan Undip Semarang itu menilai bila masuknya kedua tokoh itu dalam bursa cawapres Ganjar menunjukkan PDI Perjuangan masih mengandalkan politik ketokohan.
Dengan menggandeng tokoh yang memiliki popularitas dan pengaruh besar di publik, PDI-P menargetkan kemenangan dalam kontestasi Pilpres mendatang.
"Tapi, buat saya pribadi sebaiknya calon itu betul-betul mandiri juga dari hal-hal yang meminjam menerima endors dari petahana atau tokoh tertentu. Percaya sajalah kalau memang sosok capres mumpuni lakukan saja, tidak harus mengambil endors dari sosok-sosok tertentu," ucap dia.
Menurutnya, memang tidak ada larangan menggunakan strategi ketokohan. Namun, lelaki yang akrab disapa NHS menilai, bila paslon capres-cawapres memang berkualitas, maka rakyat akan memilihnya tanpa ragu.
"Tapi, kalau punya kualitas tinggi dari seorang capres-cawapres, harus percaya saja kepada apa yang sudah ditempuhnya, apa yang sudah dialaminya tanpa perlu menerima endors dari sosok lain," beber NHS.
NHS menambahkan, calon pemimpin bangsa yang patut dipilih ialah mereka yang memiliki kemandirian dalam mengambil keputusan besar untuk bangsa dan negara.
Baca juga: Menunggak Pajak Ratusan Juta Rupiah, Sejumlah Tempat Usaha di Kabupaten Semarang Terancam Ditutup
Bukan hanya soal melanjutkan program ataupun perubahan.
Menurutnya, melanjutkan program yang sudah ada maupun mendorong perubahan tidak selalu bermakna negatif. Keduanya memiliki nilai positif masing-masing.
"Yang penting memberi harapan masa depan dan rakyat dapat memilih mereka yang punya jiwa kemandirian. Akar yang perlu dibangun adalah akar ke bumi, ke rakyat, bukan akar yang menggantung," pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.