KOMPAS.com – Pasangan suami istri (pasutri) yang membawa anaknya saat mengamen badut terjaring razia Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bontang, Kalimantan Timur pada Sabtu (15/7/2023).
Pasutri tersebut diamankan lantaran dianggap meresahkan warga sekitar dan terindikasi mengeksploitasi anak.
Dari penelusuran, ternyata pasutri tersebut berhasil meraup penghasilan Rp 500.000 selama dua jam mengamen sebagai badut jalanan.
Baca juga: Pasutri Pengamen Badut di Bontang Dipulangkan ke Samarinda
Tak hanya itu, mereka beberapa kali juga menginap di hotel dari hasil mengamen tersebut.
Terungkap fakta-fakta terkait pasutri pengamen badut tersebut.
Kepala Bidang Penegak Peraturan Perundang-undangan (PPUD) Satpol PP Bontang, Eko Mashudi mengatakan, pasutri pengamen tersebut berpenghasilan Rp 500.000 per hari.
“Mereka ngamen sebentara aja dari jam 8 sampai jam 10 kalau malam. Itu dia dapat Rp 500 ribu,” kata dia.
Dia menyebut, pasutri pengamen itu dianggap meresahkan warga sekitar.
Saat mengamen menggunakan kostum badutnya, pasutri tersebut sering berpindah-pindah lokasi.
Lokasi yang biasanya menjadi pemberhentiannya yakni seperti lampu merah, SPBU hingga tempat-tempat ramai.
Dia mengatakan, pengamen badut ini diduga sengaja membawa anaknya untuk mendapat belas kasih dari masyarakat.
“Menurut pengakuannya, karena keduanya harus mencari nafkah dan tidak ada yang menjaga anaknya di rumah. Kedua anaknya masih kecil berjenis kelamin perempuan. Anak pertama usia 5 tahun, yang kedua usia 1 tahun,” kata dia.
Eko menyayangkan tindakan pengamen badut yang membawa serta anaknya dalam bekerja.
Sebab hal itu sangat dilarang lantaran termasuk mengeksploitasi atau memanfaatkan anak, seperti tertuang dalam Perda Provinsi Kaltim No 6 Tahun 2012 dan Perda Kota Bontang No 9 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak.
“Dalam peraturan tersebut salah satunya menyebutkan larangan memanfaatkan atau mengeksploitasi anak dalam kegiatan ekonomi, seksual maupun lainnya,” jelasnya.