KUPANG, KOMPAS.com - Bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 5 Amabi Oefeto Satap di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), tidak lazim seperti sekolah pada umumnya.
Sepintas, bangunan sekolah yang berada di RT 10,RW 05, Desa Fatuteta, Kecamatan Amabi Oefeto, mirip kandang hewan.
Konstruksi bangunannya darurat, terbuat dari atap daun lontar, dan pelepah daun gewang yang dikeringkan kemudian disusun rapi menjadi dinding. Lantainya pun masih tanah.
Tiang penyangganya juga berupa kayu jati, dicampur kayu besi, gamal dan lamtoro, yang sudah mulai rusak termakan rayap.
Ruangan kelas hanya disekat dengan pelepah gewang sebagai pembatas.
Baca juga: Lantik Bupati Nias, Gubernur Edy Singgung Soal Ongkos Politik hingga Sekolah Tak Layak
Terdapat tiga ruang yang digunakan untuk proses belajar mengajar bagi 35 murid, yang terdiri dari kelas 7 sebanyak 13 orang, Kelas 8 sebanyak 5 orang dan Kelas 9 berjumlah 18 orang.
Sedangkan satu ruangan dengan bentuk yang sama, digunakan sebagai kantor bagi 11 guru dan satu pegawai tata usaha.
Di beberapa sudut ruangan tampak dinding yang sudah keropos dan bolong hingga nyaris ambruk.
Begitu juga dengan sejumlah kursi kayu yang sandarannya mulai terlepas dari dudukannya dan meja yang terkelupas, sebagiannya berlubang.
Bagian atap bangunan bolong merata di semua ruangan, sehingga bila hujan semua isi ruangan akan tergenang air dan berubah jadi lumpur.
Baca juga: Siswa Korban Gempa Cianjur Masih Belajar di Tenda Darurat, Pembangunan Sekolah Rusak Digeber
"Setiap tahun saat musim hujan, kami selalu digenangi air hujan yang masuk ke ruang kelas," ungkap Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Amabi Oefeto Satap, Sepriana H Saefatu, kepada Kompas.com, Sabtu (11/2/2023).
"Sehingga, kami harus menghentikan proses belajar mengajar, untuk menghindar diri percikan air dari lubang daun yang sudah lapuk," sambung Sepriana.
Bahkan kata Sepriana, karena hujan deras dengan intensitas tinggi berdurasi lama, para guru dan murid menjadi basah kuyup. Kondisi ini sebut dia, sudah berlangsung selama tiga tahun terakhir.
Sepriana menuturkan, sekolah ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat pada 2017 lalu. Masyarakat ingin, anak-anak bisa lebih dekat ke sekolah dari rumah mereka.
Karena, kata Sepriana, untuk bisa bersekolah ke SMP yang memiliki gedung permanen yakni SMP Negeri 1 Kupang Timur, jarak dari rumah warga sekitar lima kilometer dan itu pun ditempuh dengan berjalan kaki.