SALATIGA, KOMPAS.com - Tumpukan ember tong tertata rapi di sudut rumah Angela Widiawati yang terletak di Jalan Gajah Oya RT 2/RW 8 Blondo Celong Kelurahan Kutowinangun Kidul Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.
Ember-ember tong tersebut berisi eco enzim yang telah siap dipanen.
Widia mengatakan setidaknya butuh waktu tiga bulan untuk menghasilkan fermentasi eco enzim.
"Bahan dasar eco enzim adalah sampah organik rumah tangga, seperti buah dan sayur yang kemudian dicampur gula dan air dengan ukuran satu banding tiga banding sepuluh," jelasnya, Senin (4/10/2021).
Baca juga: Anak-anak di Jombang Daur Ulang Sampah Plastik Jadi Alat Kampanye Prokes
Widia menegaskan, bahan-bahan tersebut bukan sampah tapi barang organik.
"Ya kita sebutnya barang organik karena memang akan dimanfaatkan lagi. Tapi syaratnya adalah tidak bergetah, tidak kering, dan tidak keras agar bisa diolah menjadi eco enzim," paparnya.
Tak hanya sendiri, dia juga memberdayakan ibu-ibu di sekitarnya. Bahkan, lingkungan tempat tinggalnya telah dicanangkan menjadi Kampung Eco Enzim.
"Ada 60 ibu-ibu yang terlibat, mereka awalnya berkecimpung di bank sampah. Namun karena sepi kegiatan di masa pandemi Covid-19 ini, kami belajar membuat eco enzim sejak Oktober 2020," kata Widia.
Baca juga: Mantan Kades di Sidoarjo Diduga Tilep Honor Guru Ngaji hingga Honor Pengangkut Sampah
Motivasi membuat eco enzim didorong kesadaran mengurangi sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).
"Itu kan bisa membebani bumi karena menghasilkan metana yang menjadi penyebab pemanasan global," terang Widia.