Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kereta Kelinci dan Hajatan Ala Kampung Kolang-kaling

Kompas.com - 11/05/2013, 19:30 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

KOMPAS.com - Persoalan lahan di sejumlah kota di Indonesia menjadi persoalan yang pelik. Banyak warga kota terpaksa merelakan pekarangan rumah bahkan halamannya untuk memperlebar bangunan rumahnya.

Biasanya karena bertambahnya jumlah anggota keluarga maupun untuk kegiatan produktif, semisal membuka warung, bengkel atau toko.

Persoalan muncul tatkala warga kota harus menyelenggarakan aktivitas sosial seperti kenduri, sunatan, atau pernikahan. Dalam acara tersebut, mengundang saudara, kerabat dan handai taulan adalah sebagai keharusan guna mempertahankan relasi sosial.

Lantas bagaimana menyiasati sempitnya ruang terbuka di sekitar kita jika harus mengundang puluhan, ratusan, atau bahkan seribuan orang datang ke acara kita?

Menyewa sebuah gedung pertemuan mungkin salah satu solusinya. Tetapi ada cara unik lainnya yang mungkin bisa Anda pertimbangkan.

Satu ilustrasi dari pernikahan Tsania Pure Hanifa dan Aris Mufid di desa Wujil, Bergas Kabupaten Semarang ini patut disimak. Pasangan suami istri, Abu Hanafi dan Endang Dwi Purwatmi, Sabtu (11/5/2013) siang melangsungkan resepsi pernikahan putri mereka, Tsania Pure Hanifa di kediamannya yang asri di Kampung Kolang-Kaling, RT 04/ RW 1, Desa Wujil, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.

Tamu yang diundang pun cukup banyak, ribuan. Maklum, Abu Hanafi adalah seorang guru di sebuah SMA favorit di Ungaran dan sang istri, Endang DS adalah seorang staf PNS salah satu kedinasan di Pemkab Semarang. Apalagi, sang menantu Aris Mufid, anak dari Muslih dan Komariah, juga masih dari desa yang sama, hanya berbeda kampung. Maka bertambah ramailah pesta siang itu, warga desa bercampur dengan kolega kedua keluarga itu.

Jika melihat denah lokasi yang terselip di dalam undangan, Kampung Kolang-Kaling sebenarnya mudah dijangkau lantaran berada di sekitar Stadion Wujil yang berada tepat di pinggir jalan raya Semarang-Solo.

Tapi jangan dibayangkan Kampung Kolang-kaling, kediaman Abu Hanafi sang empunya hajat itu adalah kampung dengan rumah-rumah berhalaman luas dan jalan yang lebar-lebar. Sebaliknya, Kampung Kolang-kaling adalah kampung padat penduduk dengan kondisi rumah-rumah yang berjejal dan jalanan yang sempit.

Sedangkan kediaman Abu Hanafi sendiri tergolong 'mewah' konotasi dari mepet sawah (pinggir sawah). Tak cukup halaman untuk menghelat pesta yang besar dan tamu yang banyak.

Tapi siapa nyana, panggung-panggung yang ditata sedemikian rupa berdiri di atas kolam dan lahan sawah di depan rumah Hanafi menjadi padu-padan yang apik antara dekorasi serba merah dengan pemandangan hijaunya persawahan yang menjadi latar belakangnya.

Untuk memperlancar para tetamu yang hadir, tuan rumah menyediakan dua buah kereta kelinci sebagai armada untuk antar jemput. Kendaraan para tetamu diparkir di stadion Wujil yang berjarak hampir 300 meter dari kediaman Hanafi.

Jadilah siang itu pemandangan yang unik dan seru. Bagaimana tidak, kereta kelinci yang biasa ditumpangi anak-anak berkeliling kampung, siang itu dipenuhi orang-orang tua berbaju batik yang tak lain adalah para tamu undangan.

Mungkin saja merasai diri-sendiri yang nampak lucu, banyak tamu yang naik kereta kelinci tak kuasa menahan tawa.

"Ya lucu saja mas, lha wong biasanya ini kan yang naik cucu saya. Lha sekarang kok saya dan suami yang naik. Tapi seru juga lho," ujar Ny Yuliarto (50) warga Semarang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com