Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribuan Truk di Pelabuhan Tanjung Perak Mogok

Kompas.com - 20/03/2013, 08:42 WIB
Haryo Damardono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ribuan truk barang di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, mulai hari Rabu (20/3/2013) pukul 06.00 ini, menolak beroperasi. Tidak beroperasinya truk-truk barang ini sebagai wujud protes terhadap Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2013 terkait pengendalian BBM Bersubsidi.

Permen ESDM tentang Pengendalian BBM itu menetapkan bahwa mobil barang beroda lebih dari empat, untuk mengangkut hasil kegiatan perkebunan, pertambangan, dan kehutanan, harus memakai solar nonsubsidi. Regulasi ini berlaku per 1 Maret 2013.

"Sekarang sedang berlangsung stop operasi. Pelabuhan (Perak) sepi sama sekali," kata Ketua DPC Angkutan Khusus (Ansus) Organda Tanjung Perak, Kody Fredy Lamahayu, Rabu (20/3/2013) dihubungi Kompas, dari Jakarta.

Selasa kemarin, di Surabaya, Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo telah me minta pengusaha angkutan jangan mogok karena proses revisi Permen ESDM membutuhkan waktu.

Namun, Ketua Umum Organda Eka Sari Lorena mengatakan, sudah sejak minggu lalu Organda meminta supaya Permen Nomor 1 Tahun 2013 ditinjau. "Belum ada langkah konkret," kata Eka. Dia menekankan stop operasi truk akan berlangsung damai.

Stop operasi di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, berdasarkan penelusuran Kompas, boleh jadi merupakan awal dari gelombang stop operasi serupa di pelabuhan lain. Sebab, pengurus-pengurus dari Organda Ansus pelabuhan lain telah pula hadir di Pelabuhan Perak, untuk mengamati proses ini.

Di antaranya telah hadir Pengurus Ansus dari Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang, Pelabuhan Belawan di Medan, Pelabuhan Trisakti di Banjarmasin, dan Pelabuhan Makasar, serta Pelabuhan Cirebon.

Direktur Komersial Jakarta International Container Terminal Rima Novianti menyarankan kepada pemerintah untuk menuntaskan persoalan ini sesegera mungkin. "Saya telah mendengar stop operasi truk juga terjadi di Tanjung Priok," ujar Rima. Dia mengingatkan, bila truk berhenti operasi maka dampaknya luar biasa besarnya. "Tidak cukup seminggu untuk menormalkan arus barang," ujar dia.

Ahli transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno mengecam pembatasan BBM bersubsidi bagi truk barang. " Dampaknya tidak besar. Truk barang hanya mengonsumsi 4 persen dari volume BBM bersubsidi, sedangkan kendaraan pribadi 93 persen," ujar Djoko.

"Sekarang, pikirkanlah pula dampak inflasi. Ini hal serius. Justru karena pemerintah keliru melangkah dalam pengaturan BBM bersubsidi. Kalau memang serius, ya pemerintah batasi saja dahulu BBM untuk mobil pribadi dengan cc tertentu," ujar Djoko.   

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com