Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegemilangan Tembakau Deli yang Memudar

Kompas.com - 20/03/2013, 02:54 WIB

Aufrida Wismi Warastri

Bau harum tembakau deli (Nicotiana tobacco) menyambut kami saat memasuki Gudang Sortasi dan Fermentasi Tembakau Deli di Kebun Klumpang, Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Selasa (19/3). Keharuman yang ditambah cita rasa yang khas itu yang membuat daun berwarna coklat tersebut memasyhurkan nama Deli ke seluruh dunia sejak abad ke-19 hingga kini.

Di dalam gudang, tumpukan daun tembakau tersusun rapi. Puluhan perempuan berbaju putih dan bersarung batik sibuk menyortir dan memilah daun itu. Beberapa menimbang, yang lain menyusun atau membongkar tumpukan daun tembakau yang disebut stapel.

Gedung gudang itu beratap tinggi. Jendelanya besar. Lantainya kayu. Peralatan kerja seperti mesin pres untuk mengemas tembakau masih sama sejak zaman Belanda. ”Semua masih asli. Paling kami mengecat bangunan saja,” tutur Kepala Dinas Pengolahan Tembakau Deli Kebun Klumpang PT Perkebunan Nusantara (PT PN) II Tuahta Sinuraya.

Pemandangan itu serasa melempar saya ke abad ke-19 kala Jacobus Nienhuys mendirikan perusahaan tembakau Deli Maatschappij, enam tahun setelah kedatangannya ke Sumatera Timur tahun 1863. Industri tembakau deli berkembang cepat di Sumatera Timur karena digemari penikmat cerutu di Eropa untuk membungkus cerutu. Permintaan yang tinggi membuat investasi berkembang pesat di Sumatera Timur.

Jan Breman dalam buku berjudul Menjinakkan Sang Kuli menulis, pada 1873 jumlah kebun tembakau baru 13 dan pada 1876 menjadi 40 kebun. Sementara Ann Laura Stoler dalam buku Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatera 1870-1979 melaporkan sudah ada 179 kebun tembakau besar dan kecil tumbuh di Sumatera Timur pada tahun 1889.

Ribuan warga China, India, dan Jawa berbondong-bondong datang ke Medan untuk menjadi tenaga kerja penyokong industri ini. Berbagai bangsa bermukim di kota ini. Bahkan, sebelum akhir abad ke-19, Breman menulis, sering satu meja di Medan dikelilingi tujuh orang tamu yang mewakili beragam bangsa, yaitu Belanda, Prusia, Jerman, Denmark, Inggris, Polandia berkebangsaan Swiss, dan Norwegia.

Kota metropolitan

Perkebunan tembakau membuat Medan tumbuh menjadi kota metropolitan kelas dunia. Tahun 1930, ada 11.000 orang Eropa yang tinggal di Pantai Timur Sumatera yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam industri perkebunan. Belanda, Inggris, Amerika Serikat, Perancis-Belgia, Swiss, Jepang, dan Jerman tercacat sudah memiliki investasi besar di Sumatera Timur pada era 1913-1932.

Bangunan megah dan fasilitas publik berdiri: perkantoran, hotel, bank, kantor pos, sekolah, rumah sakit, jalan, pasar, dan stasiun kereta api. Hingga kini bangunan itu masih tegak berdiri di Medan meskipun banyak pula bangunan tua dan bersejarah yang sudah dihancurkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com