Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Mampu Bayar UMP, Pengusaha Dipersilakan Ajukan Penangguhan

Kompas.com - 27/11/2012, 22:10 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah mempersilakan perusahaan yang tidak mampu menerapkan upah minimun provinsi (UMP) yang sudah ditetapkan untuk mengajukan penangguhan kepada kepala daerah. Pengajuannya dengan mengacu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

"Perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki kemampuan mencapai angka yang sudah diberikan, maka perusahan itu bisa mengajukan penangguhan," kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa seusai rapat terbatas dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Selasa (27/11/2012).

Rapat terbatas itu membahas berbagai hal mengenai buruh dan investasi. Hadir pula Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Chatib Basri, dan jajaran perekonomian lain.

Hidayat mengatakan, hingga saat ini, sudah ada 25 provinsi yang sudah menetapkan UMP tahun 2013. Khusus UMP di DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur kenaikan UMP di atas 30 persen. Provinsi lainnya di kisaran 20 persen. Saat ini, kata dia, UMP di DKI dan kota sekitarnya yang menjadi masalah.

Untuk usaha kecil dan menengah, kata Hidayat, tidak diwajibkan menerapkan UMP. Penangguhan pelaksanaan UMP, kata dia, difokuskan untuk usaha di tiga sektor, yakni industri garmen, sepatu, dan tekstil lantaran keuntungannya tidak besar.

"Mereka diminta untuk bipartit terlebih dulu kemudian mengajukan penanguhan kepada Gubernur dan Menakertrans. Kita atur peraturan supaya 14 hari sejak dia ajukan bisa diputuskan. Setelah diteliti, bahwa labour intensive industry profit marginnya tidak besar. Sebab, bila terjadi sesuatu, karyawannya terkena," kata Hidayat.

Hidayat menambahkan, pengusaha di luar tiga sektor itu mayoritas tak khawatir atas penetapan UMP. Mereka, kata dia, hanya khawatir atas aksi sweeping yang memaksa pekerja untuk ikut unjuk rasa. Meski demikian, hingga saat ini belum ada investor yang memilih keluar dari Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com