Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Basno" atau "Bais ne"... ...

Kompas.com - 10/11/2012, 12:10 WIB
Khaerul Anwar

Penulis

KOMPAS.com - "BAIS neee.... (bau nyaaa...)," kata seorang ibu, mencium bau kurang sedap kotoran manusia, ketika melewati jalan sebuah kampung di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Tidak tahan menghirup bau itu, si ibu itu menutup rapat jendela kaca mobilnya, lalu menggerutu , "Gerakan Basno (Buang Air Sembarangan Nol), diubah jadi bais ne," ucapnya, tertawa. (Fonem e pada kata ne dibaca seperti fonem e pada kata sedap).

Pemerintah Provinsi NTB, menggelar program Gerakan Basno mulai tahun 2010, dengan strategi pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Lewat STBM, masyarakat diharapkan memiliki perilaku baik dalam hal hygiene dan sanitasi. Caranya, warga dipicu dan dirangsang rasa jijiknya, takut sakit dan rasa malu, untuk tidak buang air besar (BAB) di sembarang tempat.

Kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) NTB, dr M Ismail, Jumat (9/11/2012) di Mataram, sasaran utamanya adalah mengubah prilaku. Entah satu jamban digunakan dua-tiga kepala keluarga, yang penting mereka buang hajat pada fasilitas layak higienis.

Higienis dan sanitasi masih menjadi persoalan di NTB. Itu ditandai kejadian luar biasa (KLB) diare, yang bertali-temali dengan buruknya lingkungan perkampungan penduduk. Serangan diare muncul di pemukiman yang berdekatan dengan aliran sungai, kawasan hutan hingga kampung padat penduduk.

Sumur yang lokasinya dekat dengan lokasi jamban, genangan air limbah rumah tangga adalah pemandangan biasa perkampungan di NTB. Kondisi itu berkontribusi terhadap penyakit diare.

Data Dinkes NTB menyebutkan, provinsi ini langganan diare. Sebanyak 354 kasus padatahun 2006, lalu menurun jadi 13 kasus tahun 2007. Jumlah itu melonjak menjadi 1.113 kasus, dan 1.428 kasus tahun 2008 dan 2009. Lalu, melorot menjadi 79 kasus tahun 2010. Selama 2011, dilaporkan tidak ada KLB diare.

 

Ubah perilaku

Dari data dan realitas sosial masyarakat itu disimpulkan, biang persoalan itu bisa diatasi dengan mengubah perilaku masyarakat. Lalu dilakukan penyuluhan, dan masyarakat diberi gambaran akan ekses yang timbul akibat penyimpangan cara hidup sehat. Misalnya, warga diajak menyantap makanan di lokasi yang biasa digunakan BAB, lantas mengamati aliran air sungai yang membawa beragam kotoran dari hulu ke hilir. Sungai itu umumnya menjadi sentra MCK (mandi, cuci, kakus) bagi masyarakat.

"Kami ajak mereka makan di tempat-tempat itu, malah warga menolak, dengan alasan jijik, tempat itu kotor dan lainnya," ujar M Hanafi, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Dinkes NTB.

Cara itu agaknya mampu mendorong warga menemukan jalan keluar sendiri, muncul inisiatif dan kreativitasnya menjauhi BAB di sembarang tempat.

Indikasinya, di provinsi itu pada tahun 2010, sebanyak 60 desa di enam kabupaten yang mencapai ODF, meningkat jadi 78 desa (10 kabupaten) tahun 2011. Kini tercatat 53.901 jamban milik pribadi (rumah tang ga) dibangun dengan swadaya murni masyarakat.

Karena keberhasilannya tiap desa ini diberi penghargaan uang tunai masing-masing Rp 10 juta. Di desa-desa ini juga ada bersama warga berupa awik-awik (aturan): Jemaah calon haji diwajibkan membuat jamban, calon pengantin pun ditah an buku nikahnya sebelum punya jamban. Lebih gila lagi, seseorang yang kedapatan BAB di tempat terbuka, lokasi buang hajatnya dipasangi bendera secarik kertas bertuliskan nama pelaku.

Gagal

Pendekatan STBM ini disebut model baru, menggantikan pendekatan pisik yang ditempuh sebelumnya, dan umumnya gagal mencapai sasaran, disebabkan ukuran pencapaian lebih pada target kuantitatif semata. Karenya tidak heran, ketika pemerintah membangun jamban, kendati akhirnya tidak dipakai oleh warga. Kloset yang dibagikan gratis, justru difungsikan sebagai tempat ayam dan itik bertelur.

Padahal membuang hajat menyangkut kebiasaan atau kenikmatan yang tidak bisa diubah secara instan. Sebutlah Udin, yang rumahnya dilengkapi kamar mandi dan WC, meski dia tetap tergiur buang hajat di Sungai Bernyok di sekitar kampungnya, Lingkungan Bendega, Mataram.

"Mau malam gelap, mau hujan, tidak soal, yang jelas saya buang hajat di sungai, sambil ngerokok, nikmaaat.....," katanya, berkelakar.

Pengakuan Udin, selain menjadi pekejaan rumah Pemprov NTB menyambut Hari Kesehatan Nasional ke 48, boleh jadi juga mewakili sebagian kecil warga di sana, adalah jalan panjang menuju Basno di 1.049 desa provinsi itu. Apa boleh buat masih akan terdengar celotehan seperti ilustrasi di atas, bais neee... (KHAERUL ANWAR)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com