Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akhirnya, Mantan Bupati Buron itu Tertangkap Juga

Kompas.com - 21/04/2012, 11:03 WIB
Syahnan Rangkuti

Penulis

oleh Syahnan Rangkuti

Penangkapan buronan nomor satu di Kejaksaan Tinggi Riau, Ramlan Zas, mantan Bupati Rokan Hulu, Riau, dalam kasus korupsi dana APBD Rokan Hulu sebesar Rp 3.05 miliar, patut diapresiasi.

Kerja keras Babul Choir Harahap, Kepala Kejati Riau, dibantu tim Kejaksaan Agung akhirnya membuahkan hasil, dan patut diacung jempol. Buronan yang  menghilang lebih empat tahun itu, ditangkap hari Jumat (20/4/2012) di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, saat hendak menjemput istrinya.

Semoga kejaksaan-kejaksaan tinggi di Tanah Air, meningkatkan kemampuan untuk menangkap Ramlan - Ramlan yang lain.  

Sayangnya, kisah penangkapan itu menjadi sedikit tercoreng ketika Ramlan ternyata mendapat perlakuan istimewa dari aparat penegak hukum. Bukannya dipermalukan, diborgol atau diperlakukan bak narapidana, Ramlan justru dijamu di ruang kedatangan VIP, Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Jumat petang.

Mantan Ketua Partai Golkar Riau itu, disuguhi panganan dan minuman hangat, laksana pejabat yang baru tiba di Bumi Lancang Kuning itu. Tidak nampak tanda-tanda bahwa Ramlan adalah koruptor atau penjahat yang sudah dipidana dengan kekuatan hukum tetap, oleh Mahkamah Agung dalam kasus korupsi dana tidak terduga APBD Rohul tahun 2003.

Dia nampak santai berbincang dengan petinggi Kejati Riau yang menyambutnya, tertawa lepas dan bercanda meladeni pertanyaan wartawan. Ketika ditanya mengapa dia buron selama ini, Ramlan mengatakan, "Saya sebagai orang yang mengerti hukum, merasa punya hak. Hak saya inilah yang diintervensi. Maka saya memilih pergi (buron)," katanya sebelum masuk ke mobil yang membawanya ke penjara di Pasir Pengarayan, Ibukota Kabupaten Rokan Hulu untuk menjalani sisa hukuman.

Sejak di Pengadilan Negeri Pasir Pengarayan, Ramlan memang terlihat "arogan". Ketika Ketua Majelis Hakim Effendi Pasaribu, membacakan pertimbangan hukum, dia menyela agar hakim tidak usah membacakan pertimbangan unsur-unsur dalam dakwaan. ""Saya mohon agar hakim langsung saja pada amar putusan.

Pertimbangan itu tidak perlu dibacakan karena hanya permainan kata-kata saja. Saya ini orang hukum, sebelum menjadi bupati saya pengacara. Jadi, saya sudah tahu ke mana arahnya. Mau dihukum seumur hidup, saya sudah ikhlas," ujar Ramlan saat pembacaan vonis PN Pasir Pengarayan, Senin 24 September 2007.

Kasus Ramlan sebenarnya sederhana dan mudah dicerna oleh orang awam sekalipun. APBD Rokan Hulu tahun 2003 menyediakan dana tidak terduga sebesar Rp 7,2 miliar. Namun dalam pelaksanaannya, baru sampai bulan Juni tahun itu, Ramlan sudah menandatangani pencairan dana sebesar Rp 12,6 miliar. Artinya, terdapat kelebihan penggunaan dana APBD Rp 5,4 miliar.

Kelebihan penggunaan dana itu baru diajukan dalam perubahan APBD bulan Agustus 2003. Inti kasusnya, dana APBD sudah dipakai,  sebelum ada persetujuan dari DPRD Rohul. Untuk kesalahan itu, Ramlan divonis hukuman tiga tahun penjara, denda Rp 75 juta dan mengembalikan kerugian negara Rp 3,05 miliar.

Di tingkat banding, hakim Pengadilan Tinggi Riau menguatkan putusan itu. Mahkamah Agung juga menyatakan Ramlan bersalah, namun mengurangi hukumannya menjadi satu tahun tiga bulan. Belum lagi putusan MA keluar, masa penahanan Ramlan sudah habis pada 22 Desember 2007, sehingga dia harus dikeluarkan dari tahanan.

Ketika perpanjangan penahanan MA diterima Kejari Pasir Pengarayan pada 3 Januari 2008, Ramlan sudah menghilang dan buron selama empat tahun lebih. Dalam berbagai kesempatan, Ramlan selalu mengaku sangat paham hukum, karena latar belakangnya sebagai pengacara.

Dia senantiasa memandang kasusnya adalah kasus politik. Benarkah demikian? Apakah hakim di Pengadilan Negeri Pasir Pengarayan, Hakim Tinggi di Pekanbaru, Riau, dan Hakim Agung di Mahkamah Agung Jakarta (yang menghukum Ramlan), tidak mampu melihat fakta-fakta hukum yang dilanggar Ramlan? Apakah benar, kasus Ramlan itu politis?

Taruhlah kasus itu memang politis, namun siapakah tokoh politik di negara ini yang  mampu menekan hakim dari pengadilan negeri sampai ke Mahkamah Agung, untuk membelokkan putusannya? Tentunya tokoh itu memiliki kekuatan dahsyat di tingkat nasional atau bahkan setingkat Presiden.

Namun muncul pertanyaan lagi, memangnya Presiden atau tokoh nasional di negara ini, mampu menekan Mahkamah Agung? Meski tidak pernah menyebut nama, menjadi rahasia umum, bahwa lawan politik Ramlan adalah Rusli Zainal, Gubernur Riau. Maklum, setelah Rusli terpilih menjadi Gubernur, karir politik Ramlan langsung tersungkur. Jabatan Ketua Partai Golkar Riau yang disandangnya ketika itu, jatuh kepada Rusli dan kemudian jabatan bupati juga melayang.

Kalaulah benar kasus itu politis, apakah Rusli memiliki kemampuan menekan pengadilan di negara ini? Jadi, patut diragukan pemahaman Ramlan tentang hukum itu. Kalaulah dia mengerti hukum, semestinya  dia menunjukkan kebesaran hati menjalani hukuman, lebih dari orang awam. Sebagai orang hukum, dia pasti paham, langkah Peninjauan  Kembali yang dilakukannya, tidak menghalangi hukuman yang telah dijatuhkan.

Ucapan Ramlan tentang ikhlas dihukum seumur hidup, saat pembacaan vonis, juga patut dipertanyakan. Buron selama empat tahun, jelas tidak dapat dipandang sebagai bentuk keikhlasan.  

Tindakan buron Ramlan, sebenarnya merupakan pembangkangan terhadap hukum. Meski hanya bersisa lima bulan lagi, sudah selayaknya masa tahanan Ramlan tidak dikurangi hanya karena yang bersangkutan berkelakuan baik di penjara. Kelakuannya buron, sepatutnya dianggap sebagai kelakuan buruk, apalagi dia mengaku sebagai orang yang mengerti hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com