Manado, Kompas -
Ketua Harian Badan Pengelola dan Penyelamatan Hutan Mangrove Sulawesi Utara Johny Tasirin di Manado, Senin (2/4), mengatakan, kerusakan hutan mangrove merata terjadi di 15 kabupaten dan kota. Sementara program rehabilitasi yang ada tumpang tindih.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Sulut berinisiatif membuat badan khusus dengan anggota sejumlah pemangku kepentingan swasta dan pemerintah. ”Badan khusus mangrove merancang rehabilitasi sekaligus mengawasi perusakan mangrove,” katanya.
Kepala Dinas Kehutanan Sulut Herry Rotinsulu mengatakan, pemerintah sejak dua tahun lalu telah mengeluarkan kebijakan moratorium eksploitasi hutan mangrove. Moratorium banyak dilanggar oleh pemerintah kabupaten dan kota dengan melakukan alih fungsi hutan mangrove untuk permukiman.
Diperoleh keterangan, hutan mangrove di Pulau Bangka, Minahasa Utara, seluas 500 hektar akan dijadikan permukiman penduduk oleh pemerintah setempat. Proses alih fungsi itu atas kebijakan relokasi penduduk Pulau Bangka yang sebagian wilayahnya dijadikan penambangan bijih besi.
”Ini tidak boleh, karena melanggar perundangan yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan. Hutan mangrove dalam status moratorium,” kata Herry. Eksploitasi besar-besaran hutan mangrove juga dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan rumah tangga.
Menurut Tasirin, Sulawesi Utara seharusnya belajar dari kejadian bencana yang lalu, seperti tsunami Aceh dan Nias pada 2006 serta bencana tsunami Jepang pada tahun 2011. ”Kerusakan besar dan korban yang banyak disebabkan semakin terbatasnya keberadaan hutan mangrove,” katanya.