MAKASSAR, KOMPAS -
Andi Tenri, pengusaha sutra, mengatakan, orang asing tertarik dengan sutra Bugis yang menggunakan pewarna serat alam dan masih ditenun dengan alat tenun bukan mesin. Importir yang tertarik dengan jenis ini umumnya dari Eropa. ”Tetapi, untuk memenuhi kontrak dengan order yang tetap, kami khawatir tak bisa memenuhinya karena pasokan benang dalam negeri juga tidak tentu,” ujar Andi Tenri di Makassar, Selasa (6/9).
Andi Tenri bergerak di penenunan sutra alam dengan serat pewarna alam. Dia memiliki delapan perajin yang dalam satu bulan mampu membuat 70 lembar kain sutra setiap bulan. Padahal, permintaan sutra bisa mencapai 100 lembar per bulan.
Adapun harga benang sutra saat ini Rp 400.000-Rp 450.000 per kilogram. Harga ini begitu tinggi karena barang sulit didapat. Sulsel memproduksi 1,7 juta meter kain per tahun sehingga membutuhkan 150 ton benang. Namun, benang sutra yang diperoleh hanya 14.000 kilogram per tahun.
Kepala Balai Pengembangan Teknologi Tekstil Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulsel Iskandar Zulkarnain mengakui, sutra kesulitan menembus ekspor. ”Sektor hulu sangat rapuh. Tidak ada jaminan pasokan benang terus-menerus, akhirnya sulit berharap bisa ekspor,” ujarnya.