Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merapi Akan Terus Punya Makna

Kompas.com - 12/11/2010, 11:24 WIB

KOMPAS.com — ”Lihatlah Merapi dengan hati,” kata Rohaniwan Romo Vincentius Kirdjito yang 10 tahun tinggal di lereng Merapi, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Pernyataan itu seperti merumuskan sikap hidup warga masyarakat setempat dalam hubungannya dengan Gunung Merapi.

Gunung Merapi dianggap sebagai bagian dari hidup warga masyarakat. Mitos Mbah Petruk, sebagaimana diungkapkan Sitras Anjilin, seniman dari Padepokan Tjipto Boedojo di lereng Merapi Dusun Tutup Ngisor, Magelang, dipahami betul oleh warga sebagai sosok penguasa Merapi yang benar-benar hidup di antara kehidupan warga.

Kedekatan itu berwujud antara lain dengan menyebut ”penguasa” Gunung Merapi sebagai Mbah Petruk. Sebutan ”mbah” di sini dipakai karena Gunung Merapi dianggap sebagai kakek, nenek moyang, yang telah mengasuh dan menghidupi mereka selama puluhan tahun. ”Biasanya, masyarakat menyebut fase erupsi adalah saat di mana Mbak Petruk sedang menggelar hajatan,” ujar Sitras.

Banyak orang mengecap erupsi sebagai bencana, tetapi tak seorang pun masyarakat di lereng gunung memberi cap negatif pada Merapi atau menyebut fase itu sebagai saat Mbah Petruk marah atau murka.

Masyarakat sadar betul Merapi akan terus meletus sewaktu-waktu dan mengancam jiwa mereka. Bukan berarti pembangkangan atau kenekatan apabila warga tetap di tempat itu. Merapi, sekalipun menebar bahaya, tetap menjadi sesuatu yang dihormati dan dijaga warga di sekitarnya.

Penyebab kedekatan itu sangat dalam, yaitu karena Merapi lebih sering menawarkan kebahagiaan melalui kesuburan tanah dan ketersediaan sumber air, komponen pokok kehidupan mereka sebagai petani, daripada kesusahan. Bahkan, beberapa ibu Dusun Pangukrejo di bawah Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, memaknai setiap letusan Merapi sebagai keinginan gunung itu bersetubuh dengan alam sekitar. Itu pula sebabnya lereng Merapi selalu subur.

Ternak sapi perah mereka tak pernah kekurangan pakan karena rumput ternak tumbuh subur di sana. Pertanian salak menjadi primadona karena berkah kesuburan Merapi. Begitu juga kaum ibunya, diberkahi kesuburan selayaknya kesuburan tanah lereng Merapi. ”Lihat saja kami, semuanya subur-subur. Anaknya pasti lebih dari dua,” kata Sri Widarni (36), ibu lima anak, diiringi tawa.

Sitras menyatakan, di setiap erupsi Merapi, sebagian besar masyarakat memaknai masa seperti sekarang sebagai pengalaman istimewa yang memberi pengetahuan bagi mereka untuk tidak kaget ketika menghadapi musibah yang jauh lebih dahsyat.

”Dari peristiwa ini anak-anak belajar, menempa mentalnya menjadi lebih kuat, dan para orangtua senang karena memiliki pengalaman yang akan disimpan dan diceritakannya kepada anak-cucu,” ujarnya.

Tetap hidup

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com