Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merapi Akan Terus Punya Makna

Kompas.com - 12/11/2010, 11:24 WIB

Menurut Lono Simatupang, dosen Antropologi Universitas Gadjah Mada, apa yang diungkapkan Sitras adalah bukti masyarakat akan selalu memiliki reproduksi pemaknaan terhadap perubahan di Merapi. Karena itu, ikatan masyarakat lereng Merapi dengan Gunung Merapi akan tetap hidup. Masyarakat setempat akan memaknai kembali setiap perubahan Merapi demi menjaga keberadaan mereka di lereng Merapi.

”Kalaupun warga Kinahrejo yang kini permukimannya nyaris luluh lantak itu harus direlokasi, mereka juga akan beradaptasi dengan tempatnya yang baru, memaknainya kembali, membangun ikatan emosional dengan tempat tinggalnya,” kata dia.

Romo Kirdjito merefleksikan Merapi sebagai guru kemanusiaan, ilmu pengetahuan, dan politik. Artinya, bencana letusan Merapi menjadi pepadhang atau pencerahan hampir di semua lini kehidupan.

Sebagai guru kemanusiaan, Merapi menggerakkan dan merangkul semua manusia dari setiap golongan. Tujuannya, berbagi hidup dan menyelamatkan warga kaki Merapi yang menjadi pengungsi.

Dalam konteks kemanusiaan pula, Romo Kirdjito menambahkan, Merapi menghadirkan fenomena kehidupan masyarakat agraris. Pada saat erupsi, para petani menghentikan aktivitasnya sehingga bakal terjadi kemacetan penghasilan. Ekonomi kerakyatan mati. Namun, mereka tidak pernah memberontak dan menyalahkan Merapi. Muncul pertanyaan, benarkah mereka menghayati peristiwa erupsi Merapi sebagai pengorbanan berpengharapan?

”Para petani rela tanaman rusak dan ternak mati akibat abu dan awan panas, rela mengungsi berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Tetapi, dalam hati muncul keyakinan kesuburan akan datang. Itulah doa pengharapan,” kata Romo Kirdjito.

Guru politik

Dalam letusan kali ini, Merapi juga merupakan guru politik ketika keadilan semua masyarakat kaki Gunung Merapi terpenuhi. Setiap kali menyemburkan awan panas, Merapi membagikan abu hingga ke wilayah yang jauh darinya. Namun, warga kaki Merapi perlu berpikir positif membangun peradaban baru pascaerupsi karena abu vulkanik juga mendatangkan kesuburan. Membangun peradaban pascaletusan inilah yang membutuhkan keputusan politik pemerintah. ”Merapi mengetuk nurani politik para penguasa,” kata Romo Kirdjito.

Keterkaitan antara Merapi dan masyarakat di sekelilingnya adalah realitas yang bukan hanya urusan orang-orang Merapi. Sebagaimana diungkapkan Sutanto Mendut, tokoh budaya Magelang yang menaruh perhatian pada Merapi, erupsi kali ini memberi pelajaran lengkap tentang kehidupan bagi manusia. Contohnya, melalui erupsi setiap orang disadarkan bahwa memiliki banyak uang akhirnya tidak berarti apa-apa karena dalam sekejap denyut ekonomi lumpuh akibat letusan Merapi. Toko dan pasar di Yogyakarta tutup karena mayoritas pekerja yang terlibat adalah warga gunung. Restoran pun sementara menghentikan usaha karena bahan baku sayur tidak ada.

Di sisi lain, Gunung Merapi juga menebar cinta kasih. Rasa kalut dan panik menghadapi bahaya erupsi justru menumbuhkan perilaku mesra antarsesama yang sebelumnya meluntur. ”Adanya ketakutan akan bahaya erupsi, orang kembali dengan sayang menggendong neneknya ke tempat pengungsian. Di tengah keterbatasan, setiap warga pun mau berbagi apa saja dengan rekannya sesama pengungsi,” kata Sutanto.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com