Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinggal Sapi yang Jadi Sandaran Hidup Kami...

Kompas.com - 11/11/2010, 05:01 WIB

Ibarat tabungan deposito atau emas 24 karat, sapi merupakan aset berharga bagi sebagian besar warga Kabupaten Boyolali yang tinggal di lereng Gunung Merapi. Saat Merapi meletus, sapi-sapi itu yang kemudian menjadi sandaran terakhir bagi kehidupan mereka.

Hal inilah yang dirasakan warga Desa Samiran, Kecamatan Selo, Boyolali, yang harus mengungsi saat Gunung Merapi meletus, 26 Oktober, 3 November, dan 6 November.

”Saat ini, sapi ini yang menjadi satu-satunya sandaran hidup kami,” ujar Suladi (32), dengan tatapan kosong. Dengan wajah lelah, Ketua RT 1 RW 1 Desa Samiran, ini sedang menunggui sapi-sapinya yang diungsikan ke kompleks Pasar Hewan Singkil, Sunggingan.

Setelah menyelamatkan diri dan keluarga ke lokasi pengungsian pada Selasa (2/11), Suladi mengaku tidak tenang sebelum memindahkan ternak, karena lahan perkebunan sudah tak mungkin diharapkan. Dengan sisa tabungan, Suladi dan sekitar 64 warga satu RT-nya bahu-membahu mengungsikan 80 ekor sapi pada Minggu (7/11) lalu ke pasar hewan ini.

Begitu diungsikan ke kandang, sapi-sapi ini mereka jaga bergantian siang-malam tanpa henti. ”Kami khawatir kalau hilang. Lagipula dengan dijaga begini, kan jadi tahu kalau tiba-tiba ada sapi yang sakit,” kata Suladi yang punya dua ekor sapi.

Hanya saja, Suladi mengeluhkan, warga kewalahan karena harus membeli pakan ternak sendiri saat sapi-sapi ini mereka ungsikan. Untuk satu ekor sapi, warga harus mengeluarkan Rp 30.000-Rp 40.000 untuk membeli pakan dan air bersih. ”Beli rumput saja Rp 4.000 per ikat, air bersih Rp 1.000 per jeriken, belum lagi beli bekatul dan singkong,” ujar Suladi.

Padahal, dalam kondisi normal, rumput dan air bersih tidak perlu mereka beli. Biaya ini belum ditambah biaya sewa truk untuk evakuasi 80 ekor sapi sebesar Rp 3 juta, yang ditanggung warga dengan cara urunan.

Erupsi Merapi lalu memang tidak hanya membahayakan keselamatan warga Boyolali yang tinggal di lereng, tetapi juga mengancam ”harapan” hidup warga setelah kembali dari tempat pengungsian. Lahan pertanian hancur, tempat tinggal ambruk, dan uang tabungan habis.

Selain dari lahan pertanian, Rahmat (45), warga RT 1 Desa Samiran, bahkan kehilangan pendapatan tambahan dari menjual 30 liter susu per hari atau setara Rp 84.000. ”Sapi-sapi saya sepertinya stres,” ujarnya.

Apalagi, erupsi Merapi juga membuat harga sapi anjlok. Misalnya, sapi berusia 2,5 tahun milik salah satu warga Samiran ditawar Rp 6,5 juta di Pasar Singkil. Padahal, biasanya sapi dengan ukuran yang sama bisa laku Rp 8 juta per ekor.

Inilah yang kemudian membuat warga harus berpikir keras agar sapi milik mereka dapat bertahan hidup hingga aktivitas Merapi mereda dan dapat kembali ke desanya. ”Kalaupun dijual, kami ingin diganti dengan harga yang pantas. Inilah yang kami harapkan dari pemerintah yang kabarnya mau mengganti dengan harga yang pantas,” kata Suladi.

Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali Dwi Priyatmoko mengaku, pakan ternak memang menjadi kebutuhan warga yang mengungsikan ternaknya. Pemkab Boyolali belum dapat membantu pakan ternak karena bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana belum cair. Pihaknya berupaya merangkul donatur pihak swasta agar membantu pakan ternak.

Membayangkan kondisi kehidupannya nanti pascaerupsi, wajar saja jika warga menganggap sapi memang bukan hanya sekadar hewan ternak peliharaan, tetapi sudah menjadi satu-satunya sandaran hidup dan harapan terakhir mereka. ”Kalau tidak ada sapi ini, kami mau hidup dari mana lagi,” kata Rahmat. (HARRY SUSILO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com