JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk mengawal reformasi di tubuh Polri, Komisi untuk Orang Hipang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyerukan agar Kepala Kepolisian RI yang baru mengutamakan tindakan preventifm bukan represif.
Kapolri baru juga harus mengedepankan liberty bukan security. "Dari dua nama yang digulirkan akhir-akhir ini, saya memandang calon dengan latar belakang dari Brimob (Brigade Mobil) berpotensi membawa Polri dengan cara-cara represif," kata Ketua Badan Pengurus Kontras Usman Hamid, saat diskusi bersama di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (22/09/2010).
Brimob, menurut Usman, cenderung melaksanakan tanggung jawabnya dengan cara represif dibanding cara preventif. "Cenderung mengedepankan security daripada liberty, pendekatannya perang atau war against terror," lanjut Usman.
Menurut dia, cara-cara seperti ini tidak akan membawa perubahan di tubuh Polri yang bergerak ke arah reformasi. "Kapolri yang humanis tidak akan terwujud apabila calon Kapolri berlatar belakang paramiliter," ujar Usman.
Usman membenarkan, Presiden berhak memilih Kapolri yang setia kepadanya. Namun, kata Usman, Presiden perlu menilik kembali seberapa jauh pilihannya itu berdampak di institusi Polri. "Jangan sampai pergantian Kapolri sebatas pergantian saja," katanya.
Usman menambahkan, Kapolri ke depan harus mampu mengangkat berbagai problem besar, seperti kasus Gayus, rekening gendut polisi, kasus Munir dan kasus besar lainnya. "Kalau orangnya keliru, tidak hanya merugikan masyarakat namun juga nama Polri sendiri," ujarnya.
Mengenai dua calon yang digulirkan, Usman mengatakan tidak memihak siapapun. Usman memandang Komjen Imam Sudjarwo mampu memimpin Polri, mendampingi Komjen Nanan Sukarna. "Nanan kapolri, Imam wakilnya," kata Usman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.