Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hentikan Semburan Lumpur

Kompas.com - 23/03/2010, 04:05 WIB

Sidoarjo, Kompas - Pemerintah tidak boleh meninggalkan upaya menghentikan semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur. Ada teknologi dan peluang untuk menghentikan hal itu. Biaya untuk upaya itu juga bisa dijangkau.

Kalangan masyarakat yang ditemui Kompas pekan lalu umumnya berpendapat, tidak adanya upaya penutupan semburan saat ini menunjukkan pemerintah tidak serius menangani semburan lumpur.

”Pemerintah juga tidak peduli dengan nasib korban lumpur yang makin terpuruk,” kata M Mirdasy, mantan Sekretaris Panitia Khusus Lumpur Sidoarjo DPRD Jatim.

Dr Rudi Rubiandini, mantan Ketua Tim Penghentian Semburan Lumpur di Sidoarjo, mengatakan, semburan lumpur bukan yang pertama kali terjadi di dunia maupun di Indonesia. Ia yakin, hal itu bisa dihentikan. ”Persoalannya, siapa yang menginginkan itu terhenti? Tidak ada itikad serius dari pemerintah untuk menghentikan semburan,” kata Rudi yang juga Kepala Laboratorium Teknik Pengeboran pada Institut Teknologi Bandung.

Rudi pernah menerapkan metode relief well saat terjadi semburan lumpur di Lengowangi, Gresik, 26 Desember 2008, yang identik dengan semburan lumpur Sidoarjo. Dalam empat hari, pusat semburan bisa dimatikan. Tiga bulan kemudian tujuh titik yang mengelilingi pusat semburan juga mati total.

Mei 2009, metode serupa juga berhasil menghentikan semburan lumpur dan gas di lapangan Merbau Pertamina Prabumulih, Sumatera Selatan. Pada empat bulan pertama, pusat semburan bisa dimatikan. Sebulan kemudian lima titik lain mati total.

Rudi berpendapat, metode relief well adalah pilihan terbaik untuk menghentikan semburan lumpur di Sidoarjo. Metode ini sebenarnya sudah pernah dicoba ketika semburan masih menjadi kewajiban Lapindo. Namun baru mencapai 20 persen hal itu dihentikan oleh Lapindo dengan alasan kekurangan dana.

Menurut Rudi, rencana pembuatan tiga relief well saat itu menelan biaya sekitar 120 juta dollar AS (Rp 1,2 triliun) atau sama dengan anggaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) setahun.

”Yang dilakukan pemerintah saat ini, menumpuk tanah di tepi kolam lumpur, tidak bisa disebut penanganan karena tidak langsung ke sumber semburan. Cara itu hanya membuang-buang waktu dan biaya,” kata Rudi.

Pernyataan serupa diutarakan pakar dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Djaja Laksana. Djaja yakin, metode yang ia usung, yakni tabung Bernoulli, bisa menghentikan semburan lumpur. Namun, permohonan untuk melaksanakan penelitian awal belum mendapat izin dari BPLS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com