KOMPAS.com - Buruh di sejumlah daerah menolak Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kelompok buruh mendatangi kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY untuk menyuarakan penolakan Tapera, Kamis (6/6/2024).
Pada momen itu, buruh membentangkan spanduk bertuliskan "Tolak Tapera Tabungan Penderitaan Rakyat".
Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY Irsyad Ade Irawan mengatakan, istilah "tabungan penderitaan rakyat" digunakan karena program Tapera dinilai tak akan berguna bagi buruh.
"Kita mengiur (bayar iuran) sudah pasti dipotong setiap bulan, tapi jaminan untuk mendapatkan rumah itu tidak pasti," ujarnya, Kamis.
Baca juga: Tolak Tapera, Buruh di Yogyakarta: Tabungan Penderitaan Rakyat
Ade mengibaratkan, jika pekerja di DIY, yang upah minimum regionalnya berkisar di angka Rp 2 juta, ikut iuran Tapera dengan besaran 2,5 hingga 3 persen selama 20 tahun, hanya akan mendapat pos ronda.
“Setahun paling (total iuran) Rp 700.000. 20 tahun paling Rp 15 juta,” ucapnya.
Dengan uang Rp 15 juta hanya bisa digunakan untuk membeli genteng dan pintu saja. Kalaupun dipaksakan mendirikan bangunan, bentuknya akan kecil, menyerupai pos ronda.
“Kita disuruh iuran, tapi rumahnya enggak dapat. Sudah dihitung tadi dengan 3 persen dari gaji Rp 2,4 juta, nanti cuma dapat pos ronda kalau pensiun,” ungkapnya.
Irsyad memandang, solusi agar pekerja bisa menjangkau rumah layak adalah dengan revisi Undang-undang Ketenagakerjaan. Hal ini dinilai bisa menjamin buruh memperoleh upah yang lebih layak.
"Jadi pertama yang paling penting karena ada situasi kondisi yang tidak memungkinkan, situasi dan kondisi apa yang tidak memungkinkan, satu adalah upah buruh yang sangat murah, kemudian harga tanah yang mahal, maka tabungan Tapera itu tidak masuk akal," tuturnya.
Baca juga: Tolak Tapera, Buruh di DIY: 20 Tahun Iuran, Cuma Bisa Dapat Pos Ronda
Buruh di Semarang melangsungkan demo tolak Tapera di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Kota Semarang, Kamis.
Koordinator Lapangan Aulia Hakim menuturkan, wacana pemotongan gaji buruh sekitar 2,5 persen untuk Tapera sangat tidak masuk akal. Padahal, ia menyebutkan, upah buruh di Jateng terbilang tak tinggi.
"Setelah kita iuran (sampai pensiun) jatuhnya adalah Rp 48 juta. Logikannya ketika kita nabung, ketika kita masa-masa pensiun (di usia) 58 tahun, hanya mendapat Rp 48 juta, tidak masuk logika," jelasnya.
Selain itu, buruh juga mengkhawatirkan dana itu akan menjadi lahan empuk korupsi.
"Katanya jangan khawatir uang itu nggak hilang, tapi siapa yang jamin? Dulu Taspen dan Asabri aja ilang lho dikorupsi milik temen-temen TNI dan Polri. Apalagi buruh," terangnya.
Oleh karena itu, buruh meminta pemerintah agar menunda program Tapera.
"Mohonlah tunda dulu, dan kalau tidak memungkinkan untuk dijalankan dan pasal-pasalnya itu belum bisa dijalankan. Saat ini buruh di Jateng kondisinya sangat minim. Uang yang didapat hanya untuk belanja kebutuhan pokok saja," paparnya.
Baca juga: Ratusan Buruh di Semarang Tolak Tapera: Program Tidak Masuk Akal
Sementara itu, buruh di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, berencana berunjuk rasa tolak Tapera pada pekan depan.
Koordinator Koalisi 5 Serikat Pekerja Bandung Barat, Dede Rahmat, mengungkapkan, iuran Tapera sangat memberatkan pekerja. Apalagi, upah buruh sudah mengalami potongan-potongan lain, seperti pajak penghasilan maupun BPJS.
"Terus kalau ditambah Tapera ya habis gaji kita," tandasnya, Selasa (4/6/2024), dikutip dari Tribun Jabar.
Selain itu, buruh juga meminta agar ada dewan pengawas pada program Tapera. Hal ini demi menjaga keterbukaan pengelolaan, sehingga menutup peluang oknum melakukan korupsi.
Baca juga: Buruh di DIY Sebut Butuh Ratusan Tahun untuk Beli Rumah Pakai Tapera
Penarikan iuran Tapera disebut akan diberlakukan pada 2027.
Namun demikian, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyampaikan, program Tapera tidak perlu buru-buru dilaksanakan.
Pasalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah menggelontorkan Rp 105 triliun untuk Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), sedangkan dana dari iuran Tapera selama 10 tahun baru akan terkumpul Rp 50 triliun.
"Menurut saya pribadi kalau emang ini belum siap kenapa kita harus tergesa-gesa? Harus diketahui, APBN sampai sekarang ini sudah 105 triliun dikucurkan untuk FLPP untuk subsidi bunga," bebernya di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Publik Marah soal Tapera, Basuki: Saya Menyesal, Enggak Nyangka
Basuki pun menyebut dirinya tak menyangka dengan respons negatif publik atas Tapera.
Oleh karena itu, Basuki menjelaskan, pemerintah siap menerima masukan, misalnya dari DPR RI, bila diminta menunda program Tapera.
Dia menjelaskan, pihaknya dan Menteri Keuangan Sri Mulyani siap mengikuti masukan itu.
"Jadi, kalau misalnya ada usulan apalagi DPR misalnya waktu MPR untuk diundur, menurut saya, saya sudah kontak dengan Bu Menteri Keuangan juga, kita akan ikut," sebutnya.
Baca juga: Soal Tapera, Menteri Basuki: Kalau Belum Siap, Kenapa Tergesa-gesa?
Sumber: Kompas.com (Penulis: Wisang Seto Pangaribowo, Titis Anis Fauziah, Achmad Nasrudin Yahya | Editor: Dita Angga Rusiana, Gloria Setyvani Putri), TribunJabar.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.