KOMPAS.com - Kenaikan harga dan kelangkaan beras selalu menjadi polemik yang berulang, terutama pada periode akhir dan awal tahun. Alasan yang kerap disebut memicu persoalan tahunan ini adalah kondisi cuaca.
Pemerintah menggelontorkan beras dari gudang Perum Bulog dengan klaim untuk menurunkan harga beras di pasar. Untuk menjamin ketersediaan beras, pemerintah sejak Maret 2023 juga memberikan jatah 10 kilogram beras untuk 22 juta keluarga setiap bulan, hingga Juni 2024.
Namun apakah solusi itu jitu dan bisa mencegah gejolak beras pada masa mendatang?
Baca juga: Beras Mahal, Harga Makanan di Warteg Ikut Terkerek
Sukijo adalah pedagang ikan asin di Pasar Tanggul, Kota Solo, Jawa Tengah. Di pasar tempatnya berjualan, laki-laki berumur 72 tahun itu mengantre selama satu jam untuk bisa membeli lima kilogram beras seharga Rp50 ribu.
Beras yang dibeli Sukijo adalah Beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan). Beras kategori medium ini disebar oleh Perum Bulog ke pasar tradisional dan ritel modern di berbagai wilayah Indonesia sejak tahun lalu.
Beras SPHP melegakan sebagian kegundahan Sukijo. Berpenghasilan sekitar Rp1 juta per bulan, dia sudah tidak sanggup membeli beras kategori premium yang sempat menembus harga Rp18.500 per kilogram pada akhir Februari ini.
Baca juga: JK Dorong Masjid Makmurkan Rakyat, Singgung Banyak yang Antre Beras 5 Kg
Membeli beras premium adalah siasat Sukijo menyediakan makanan layak bagi keluarganya. Mereka lebih memilih makan nasi yang “enak” dan “lauk seadanya”, ketimbang sebaliknya. Tapi belakangan, mereka harus makan serba apa adanya.
“Harga beras saat ini menyulitkan orang kecil,” ujar Sukijo. “Semua usaha jadi sepi kalau harga bahan pokok mahal. Ini jelas memberatkan,” tuturnya.
Kemarin Bulog menjual satu ton Beras SPHP di Pasar Tanggul. Dalam satu jam, beras itu habis dibeli warga yang mengantre sejak pagi.
Pamelga Awanti, seorang pedagang kue, berdiri di jalur antrean untuk membeli beras SPHP di pasar itu. Namun nasibnya tidak seberuntung Sukijo. Satu ton beras SPHP ludes sebelum Pamelga sampai ke barisan depan.
“Harga beras mahal padahal beras merupakan kebutuhan pokok,” ujarnya.
“Kalau bisa, pemerintah turunkan harga ini. Kasihan rakyat kecil. Ini berat sekali,” kata Pamelga.
Baca juga: Pemerintah Ramal Harga Beras Mulai Turun pada Maret Ini
Serupa Sukijo, Pamelga terbiasa membeli beras kategori premium. Sebelum harga beras melonjak, dia rutin membeli beras yang ditanam di Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, seharga Rp13 ribu per kilogram.
“Beras Bulog itu beda dengan beras premium—beras Bulog remuk-remuk. Meski seperti itu, beras Bulog untuk saat ini bisa membantu keluarga saya,” ujarnya.
Bulog mewajibkan mitra mereka di pasar dan ritel menjual beras SPHP dengan harga yang sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditentukan pemerintah. Penjualan dengan batas HET ini diklaim untuk membuat harga beras turun dan menjadi stabil.
Namun beras SPHP merupakan solusi yang bersifat sementara dan tidak menyelesaikan akar persoalan beras, kata Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia.
Baca juga: Bulog Klaim Harga Beras Medium dan Premium di Solo Mulai Turun, Rata-rata Rp 400-Rp 600 per Kilogram
Henry berkata, beras SPHP yang dikelarkan Bulog sama seperti produk minyak goreng kemasan bermerek Minyakita yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan pada Juli 2022. Minyakita adalah program minyak goreng murah pemerintah untuk merespons harga minyak goreng yang meroket. Minyakita dijual dalam satu harga—Rp14 ribu per liter.