Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Yohanes Perajin Katapel Asal Salatiga, Terima Pesanan dari Inggris hingga Amerika

Kompas.com - 01/11/2023, 15:50 WIB
Dian Ade Permana,
Rachmawati

Tim Redaksi

SALATIGA, KOMPAS.com - Katapel buatan warga Kota Salatiga, Jawa Tengah diminati pembeli hingga di luar negeri.

Tak hanya di Asia, katapel asal Salatiga juga dikirim ke Inggris dan Amerika Serikat.

Hal tersebut dijelaskan Yohane Dwi Wibowo, perajin katapel yang tinggal di Jalan Kenanga Sari Butu,Kelurahan Kutowinangun Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.

Sejak memulai membuat katapel pada tahun 2016, Yohanes memiliki pangsa pasar di Inggris, Amerika Serikat, dan Malaysia.

"Pada senang karena katapelnya dinilai punya karakteristik dan terasa personal sesuai pegangan karena dibuat secara manual," jelas dia pada Rabu (1/11/2023) saat ditemui di Workshop Yo Slingshoot.

Baca juga: Gibran Kunjungi Pabrik Enting-enting Gepuk di Salatiga, Sebelahnya Posko Ganjar

Yohanes bercerita bahwa dirinya membuat katapel sesuai pesanan.

"Tapi memang paling banyak digunakan untuk kejuaraan, harganya kisaran Rp 250.000 hingga Rp 6 juta, tergantung jenis kayu dan permintaan pembeli, tingkat kesulitan atau ciri khas juga menentukan harga," ungkapnya.

"Untuk membuat katapel itu penyelesaiannya juga tidak tentu. Bisa dua jam selesai, tapi ada juga yang enam bulan belum tuntas. Apalagi kalau pembeli banyak permintaan, seperti minta jenis kayu khusus, warna kayu tua, dan lainnya," tambah Yohanes.

Permintaan pembeli yang 'paham' katapel, lanjutnya, biasanya akan memerhatikan lebar frame, panjang dan lebar tip, serta ukuran karet pelontar.

"Pegangan disesuaikan, pemain pakai tangan kanan atau kiri, bentuknya harus pas dengan hal tersebut," jelasnya.

Baca juga: Terobos Lampu Merah, Truk di Salatiga Tabrak Pengendara Motor hingga Tak Sadarkan Diri

Selama ini, ia membuat katapel hanya dengan bahan utama kayu nusantara yang dianggap bertuah.

"Indonesia ini kan kaya dengan kayu, jenis apa saja ada. Karena itu saya khusus membuat dengan kayu yang ada di Indonesia, seperti gaharu, stigi, dan cendana," ujarnya.

Yohanes mengungkapkan, turnamen katapel saat ini mulai banyak penggemar di berbagai daerah di Indonesia.

"Sebagai olahraga, memang antusias masyarakat sangat baik, meski tetap perlu disosialisasikan. Pegiatnya juga dari berbagai kalangan, karena olahraga ini mudah, murah, dan siapa saja bisa dimainkan," paparnya.

Di Indonesia, turnamen katapel biasanya dimainkan dalam berbagai kategori dalam jarak 10 meter.

"Itu yang favorit, meski kadang juga dikombinsi dengan jarak 15 meter. Untuk kategorinya ada pelajar, dewasa, dan anak. Lalu yang kelas papper target, multi spinner, dan kaleng dengan setiap peserta dibekali lima peluru atau gotri khusus," kata Yohanes.

Baca juga: Eks Wali Kota Salatiga Polisikan Sebuah Portal Berita dan Akun Facebook karena Narasikan Rumahnya Digeledah KPK

Menurutnya, katapel ini adalah layaknya senjata sehingga punya risiko saat menggunakannya.

"Kalau dibilang risiko tinggi, ya semua ada risikonya. Karena itu prinsip kehati-hatian sangat diperlukan. Penonton minimal jarak tiga meter untuk posisi samping, sementara depan belakang sasaran harus clear. Pengambilan peluru atau gotri juga wajib berhati-hati," ungkapnya.

"Kalau sekali mencoba, pasti ketagihan. Karena itu kami dari pegiat olahraga katapel ini terus melakukan sosialisasi dan kampanye, agar peminatnya bertambah," kata Yohanes.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bentuk Gunung Api di Indonesia dan Contohnya

Bentuk Gunung Api di Indonesia dan Contohnya

Regional
Ekspor Timah Bangka Belitung Anjlok, Pendapatan Bea Cukai Sampai Nol

Ekspor Timah Bangka Belitung Anjlok, Pendapatan Bea Cukai Sampai Nol

Regional
Mahasiswa Kedokteran 'Nge-prank' Curi Mobil Teman Koas di Rumah Sakit, Kini Terancam Penjara

Mahasiswa Kedokteran "Nge-prank" Curi Mobil Teman Koas di Rumah Sakit, Kini Terancam Penjara

Regional
Warga Resah Aktivitas Tempat Hiburan Malam di Banyumas, Ada Promo Khusus Pakai Istilah Pendidikan

Warga Resah Aktivitas Tempat Hiburan Malam di Banyumas, Ada Promo Khusus Pakai Istilah Pendidikan

Regional
Banjir Ngarai Sianok Bukittinggi, Air Sampai Atap Rumah

Banjir Ngarai Sianok Bukittinggi, Air Sampai Atap Rumah

Regional
Optimalkan Pengelolaan Sampah di TPA Lelang, Bupati Aulia Serahkan Bulldozer D3 kepada DLHP HST

Optimalkan Pengelolaan Sampah di TPA Lelang, Bupati Aulia Serahkan Bulldozer D3 kepada DLHP HST

Regional
Mayat Misterius yang Tertimpa Potongan Beton di Banjar Kalsel Diduga Pemulung Besi Bekas

Mayat Misterius yang Tertimpa Potongan Beton di Banjar Kalsel Diduga Pemulung Besi Bekas

Regional
Caleg PDI-P di Banyumas Mundur akibat Sistem Komandate, KPU Klarifikasi

Caleg PDI-P di Banyumas Mundur akibat Sistem Komandate, KPU Klarifikasi

Regional
Korupsi Dana Hibah Pilkada, 5 Eks Anggota KPU Aru Maluku Divonis 1,5 Tahun Penjara

Korupsi Dana Hibah Pilkada, 5 Eks Anggota KPU Aru Maluku Divonis 1,5 Tahun Penjara

Regional
Partai Demokrat Resmi Dukung Andika Hazrumy di Pilkada Serang 2024

Partai Demokrat Resmi Dukung Andika Hazrumy di Pilkada Serang 2024

Regional
Pengungsi Rohingya Kabur di Aceh Barat, Aktivis Sebut Ada Pembiaran

Pengungsi Rohingya Kabur di Aceh Barat, Aktivis Sebut Ada Pembiaran

Regional
3 Bulan Upah Belum Dibayar, Puluhan 'Cleaning Service' RSUD Nunukan Mogok Masal

3 Bulan Upah Belum Dibayar, Puluhan "Cleaning Service" RSUD Nunukan Mogok Masal

Regional
Kecelakaan Truk di Tol Semarang, Sopir Asal Malang Tewas

Kecelakaan Truk di Tol Semarang, Sopir Asal Malang Tewas

Regional
Masih Ada 6 Nelayan Aceh Ditahan di Thailand

Masih Ada 6 Nelayan Aceh Ditahan di Thailand

Regional
PDIP Usung 5 'Incumbent' Kepala Daerah di Pilkada Bangka Belitung

PDIP Usung 5 "Incumbent" Kepala Daerah di Pilkada Bangka Belitung

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com