Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beasiswa Otsus Mandek, Ratusan Mahasiswa Asal Papua Terancam Putus Kuliah

Kompas.com - 26/08/2023, 10:11 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Ratusan mahasiswa penerima program beasiswa Siswa Unggul Papua diperkirakan terancam putus kuliah karena anggaran dari pemerintah mandek. Sekelompok orang tua mahasiswa ini melakukan rangkaian aksi agar anak mereka bisa kuliah sampai lulus.

Di sisi lain, KPK ikut menyorot polemik beasiswa Otsus dan telah meminta keterangan dari sejumlah pejabat di Papua.

Seorang pejabat di Istana mengatakan pemerintah sedang mengupayakan payung hukum baru untuk mengatasi persoalan ini.

Calvin, 22 tahun, tertunduk lesu karena akun kuliahnya diblokir pihak Universitas Utah di Amerika Serikat sekitar Juni lalu. Pemblokiran terjadi selama sebulan menjelang masuk semester baru yang ia sebut masa-masa penting untuk perkuliahan.

Baca juga: Mahasiswa Papua di Jerman Terancam Dikeluarkan dari Asrama, Karut-marut Data Beasiswa Otsus Dituding Jadi Penyebab

"Jadi untuk masuk semester baru kan kita perlu daftar kelas. Nah akun belajar kita diblok dengan alasan kalau pembayaran dari bulan Januari sampai Mei itu belum ada," kata Calvin, mahasiswa penerima beasiswa Siswa Unggul Papua yang berasal dari Jayapura.

Pada masa-masa itu, Calvin dan delapan rekan sesama mahasiswa dari Papua "sudah hampir menyerah".

Sebagian temannya sudah berniat untuk bekerja saja, dan cuti kuliah. Ada pula yang sudah mengemas barang-barang untuk kembali ke Indonesia.

Namun, setelah proses dialog dengan bagian keuangan kampus, akhirnya mereka mendapat toleransi melanjutkan kuliah.

"Akhirnya, akun belajar kita dibuka, di situ kita bisa langsung daftar kelas," kata mahasiswa angkatan pertama dari Papua yang kuliah di Universitas Utah.

Baca juga: Ketua MPR Minta Penyelewengan Dana Otsus Rugikan Rakyat Papua Ditindak Tegas


Calvin bersama rekan-rekannya yang kuliah di AS.DOK. PRIBADI/CALVIN via BBC Indonesia Calvin bersama rekan-rekannya yang kuliah di AS.
Tapi Calvin dan rekan-rekannya belum bisa belajar dengan tenang, karena pihak kampus hanya bisa memberikan toleransi sampai akhir tahun ini.

Sejauh ini, belum ada kepastian apakah Pemprov Papua akan melanjutkan pembiayaan.

"Sekarang kita lagi butuh uang, benar-benar butuh support. Kan percuma saja kita belajar bagus-bagus, nilai kita IPK di atas tiga, tapi tidak ada dukungan dari pemerintah.

"Kita berusaha dan berjuang untuk Papua tapi pemerintah tidak mau dorong," lanjut Calvin.

Sebenarnya, kata Calvin, persoalan anggaran beasiswa yang mandek ini sudah tercium sejak semester pertama, pertengahan tahun lalu.

Saat itu, mahasiswa jurusan Matematika terapan ini terpaksa bekerja di restoran berbulan-bulan demi menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.

"Kegiatan belajar terganggu oleh kegiatan kerja itu. Aku mau belajar tapi nggak ada uang makan. Apalagi kan kita mahasiswa luar negeri. Jadi kalau nilainya turun itu benar-benar dihakimi," tambah Calvin yang masih mempertahankan IPK di atas tiga.

Baca juga: Anggota Komisi I Sebut UU Otsus Papua Harus Bisa Sediakan Pendidikan Gratis bagi Anak-anak Asli Papua

Calvin adalah bagian dari 622 mahasiwa yang dilaporkan Aliansi Internasional Perhimpunan Mahasiswa Papua di Luar Negeri (IAPSAO) yang terdampak mandeknya beasiswa Otsus.

Koordinator Utama IAPSAO, Meilani S. Ramandey, mengatakan sebagian mahasiswa Papua penerima beasiswa Otsus bahkan memilih pulang agar visanya tidak hangus.

"Visa diperpanjang harus bayar tuition fee-nya [biaya kuliah]. Jadi lebih dari lima mahasiswa bermasalah di perpanjangan visa," kata Mei - panggilan Meilani S. Ramandey.

Mei mengatakan mahasiswa yang masih bertahan kuliah ini sangat bergantung "kebaikan" kampus dalam memberikan toleransi.

Mahasiswa S3 jurusan biologi kelautan Universitas Myazaki di Jepang ini juga mengaku harus cari kerja sampingan demi menutup biaya hidup. Semestinya, biaya hidup juga ditanggung beasiswa.

"Kewalahan kami harus ke kampus, minta mediasi ke pihak kampus, minta perpanjangan pembayaran tuition fee takutnya terlambat... Jadi tidak fokus untuk penelitian," jelas Mei.

Baca juga: Ajak Masyarakat Papua Awasi Dana Otsus, Anggota DPR: Jangan Sampai Ada Raja-raja Kecil di Provinsi

Dalam akun Instagram IAPSAO, terdapat mahasiswa penerima beasiswa yang mencurahkan hatinya, karena harus bekerja secara ilegal agar tetap bisa berkuliah.

Data terakhir menunjukkan 3.171 penerima beasiswa Siswa Unggul Papua yang sedang menjalani studi diperkirakan terancam putus pendidikan karena anggaran dari pemerintah mandek. Mahasiswa penerima beasiswa ini tersebar di dalam negeri dan luar negeri.

Beasiswa Siswa Unggul Papua merupakan program yang digelontorkan melalui dana Otonomi Khusus.

Program ini awalnya bernama '1.000 Doktor' di era Gubernur Barnabas Suebu, yang kemudian dilanjutkan Gubernur Lukas Enembe menjadi 'Siswa Unggul Papua'.

Berdasarkan catatan Kementerian Dalam Negeri, terdapat 3.000 anak Papua yang memperoleh gelar sarjana di berbagai bidang melalui program ini.

Salah satu tujuan program ini adalah meningkatkan kapasitas orang asli Papua, yang sejauh ini ditunjukkan data resmi pemerintah memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah se-Indonesia dengan nilai 61,39.

Baca juga: KPK soal Kasus Lukas Enembe: Kami Masuk Pendalaman Dana Otsus

 

Orang tua ikut berjuang

Ilustrasi beasiswaARSIP KOMPAS/DIDIE SW Ilustrasi beasiswa
John John Yosen Reba, 44 tahun, sudah hampir dua bulan menginap di tempat temannya di Jakarta untuk mengurus ratusan mahasiswa Papua yang punya tunggakan biaya kuliah.

"Saya tidak akan pulang, sampai ini semua selesai setidaknya ada kepastian anggaran sampai Desember nanti," kata John selaku Ketua Forum Komunikasi Orangtua Mahasiswa Penerima Beasiswa Otsus Papua (FKOM-BOP).

Kepada BBC News Indonesia, warga Jayapura ini menunjukkan dokumen-dokumen pertemuan perwakilan orang tua dengan pejabat daerah, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, staf ahli presiden, pejabat di kementerian keuangan sampai kementerian dalam negeri.

Hasilnya, janji dan kesepakatan-kesepakatan.

John juga menunjukkan dokumen aksi demonstrasi orang tua, dan ribuan data penerima beasiswa yang ia sebut "harus diselesaikan". Semuanya mereka lakukan sejak awal 2023.

Baca juga: Terkait Kasus Lukas Enembe, KPK Usut Pembahasan APBD hingga Dana Otsus Papua

Dalam beberapa hari terakhir ini, John juga mendatangi sekitar tujuh kampus di Jabodetabek. Ia melobi agar kampus memberikan dispensasi agar mahasiswa Papua penerima beasiswa tetap bisa "mengikuti proses akademik, mereka tidak kehilangan status dan hak mereka sebagai mahasiswa".

"Jumlah sudah total 300 mahasiswa [di Jabodetabek]. Tapi ada beberapa kampus yang belum kami kunjungi terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan juga di Yogyakarta," kata John yang juga punya dua anak berstatus penerima beasiswa Siswa Unggul Papua.

Dari Kota Jayapura, Papua, wartawan Musa Abubar melaporkan kepada BBC News Indonesia bahwa sebagian orang tua harus bolak-balik ke kantor Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM)—badan yang mengurus beasiswa, termasuk pendataan dan pencarian dana.

Para orang tua ini ingin memastikan adanya jaminan dari pemerintah setempat mengenai kelanjutan kuliah anak mereka.

"Kami orang tua masih tetap datang BPSDM Papua untuk mengecek sampai sejauh mana pembayarannya," kata R Tandia Ayomi, yang anaknya sedang proses studi di Kampus Atmajaya, Jakarta.

Baca juga: Akomodir Mahasiswa Papua, Pemprov Jatim Siapkan Lahan untuk Asrama

Saat ini anak dari Tandia sudah masuk semester tujuh. Tapi, uang kuliah semester lima dan enam belum dibayar.

"Ini membuat kita orang tua sangat kuatir dengan anak-anak kita, karena banyak anak-anak yang bertanya kepada orang tua kapan pembayaran SPP," katanya.

Delila Wasti orang tua lainnya, mengaku harus cari pinjaman ke sana-sini untuk menutupi biaya kuliah anaknya yang sedang mengejar sarjana di Universitas Trisakti, Jakarta.

"Semester 6 belum dibayarkan terpaksa orang tua harus pinjam uang dengan janji bunga di atas bunga," kata Delila.

Ia masih ingat betul bagaimana janji pemerintah terkait beasiswa penuh buat anaknya.

"Waktu awal itu pemerintah janji kalian siapkan otak kalian, tidak usah pikir masalah uang makan, tempat tinggal, yang penting itu siap otak," katanya.

Baca juga: Asrama Mahasiswa Papua di Makassar Diserang dengan Anak Panah, Pelaku Diduga Anggota Ormas

Tapi kini, Delila harus memutar otak sendiri untuk menutupi biaya kuliah dan biaya hidup anaknya, termasuk berjualan kue.

"Kadang saya kirim Rp100 ribu untuk dia pakai dalam jangka waktu 4-5 hari," ujarnya.

Mengapa anggaran beasiswa Papua mandek?

Ilustrasi mahasiswa, ilustrasi beasiswa di luar negeri. iStockPhoto/LaylaBird Ilustrasi mahasiswa, ilustrasi beasiswa di luar negeri.
Persoalan anggaran beasiswa merupakan konsekuensi dari kebijakan Undang Undang Otonomi Khusus jilid dua, pada 2021 silam. Dari regulasi ini diterapkan kebijakan-kebijakan lebih teknis yang mengubah pola keuangan dana Otsus—awalnya di bawah otoritas provinsi diubah menjadi kabupaten dan kota.

Ditambah lagi kebijakan pemekaran daerah pada 2022, yang saat ini total menjadi enam provinsi.

Konsekuensi dari pemekaran daerah adalah menyusutnya anggaran Otsus di Provinsi Papua yang semula membiayai mahasiswa hampir di seluruh wilayah Papua.

DPRD Papua dan Pemprov Papua tidak menggelontorkan beasiswa Siswa Unggul Papua dalam APBD 2022 dan 2023.

Dalam keterangan sebelumnya kepada kantor berita Antara, Kepala BPSDM Papua, Aryoko Rumaporen, mengatakan per 1 Januari 2023 pendanaan beasiswa dan pengelolaannya dikembalikan ke kabupaten dan kota.

Baca juga: Soal Kerusuhan di Wamena, Front Mahasiswa Papua Kecewa Tak Bisa Temui Ketua Komnas HAM

Menurut Ketua FKOM-BOP, John John Yosen Reba, proses transisi ke Otonomi Khusus Jilid 2 ini tidak berjalan mulus. Musababnya, kebijakan dana otsus yang didistribusikan ke kabupaten dan kota berpengaruh terhadap pendanaan program beasiswa Siswa Unggul Papua yang sedang berjalan.

Kedua, kata dia, saat BPSDM menyerahkan pengelolaannya ke kabupaten dan kota, data mahasiswa penerima beasiswa ia sebut "masih banyak ketidaksesuaian".

Oleh karena itu, orang tua mahasiswa terus mendesak agar pemprov Papua tidak lepas tangan begitu saja, termasuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk melakukan intervensi.

Mendapat sorotan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa pejabat BPSDM Papua terkait pembayaran tunggakan dana beasiswa sebesar Rp122 miliar pada 2022. Dana ini diambil dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Otsus, termasuk dari sejumlah kabupaten dan kota.

Sebagian dana tersebut belum dicairkan karena BPSDM Papua masih melakukan validasi data penerima beasiswa pada tahun 2023.

Ketua FKOM-BOP, John John Yosen Reba juga ikut diperiksa KPK sebagai saksi. John mengaku memberikan KPK data temuan "ketidaksesuaian data" yang dilakukan forum orang tua dan mahasiswa Papua. BBC News Indonesia juga melihat data tersebut.

Baca juga: Internet di Wamena Mati Pasca Kerusuhan, Mahasiswa Papua Resah Kabar Keluarga

Hasil temuannya terdapat data penerima beasiswa yang tidak sesuai domisili, ketidaksesuaian nama kampus, mahasiswa yang kuliah di luar negeri tapi tercatat di dalam negeri-juga sebaliknya, sampai mahasiswa sudah wisuda tapi masih tercatat.

"Yang dominan itu ketidaksesuaian nomor rekening mahasiswa. Jadi, saya berikan contoh dari 610 itu data awal yang terkumpul periode bulan Mei - Juni.

Dari 610 mahasiswa yang memberikan informasi, ternyata ada 399 mahasiswa yang nomor rekeningnya tidak sesuai. Jadi sudah lebih dari 50%," kata John.

BBC News Indonesia telah berupaya memberi kesempatan pernyataan Kepala BPSDM Papua, Aryoko Rumaropen, dan Pelaksana Harian (Plh) Gubernur Papua, Muhammad Ridwan ,terkait hal ini. Namun, sampai berita ini ditulis, belum ada respons.

Siapkan payung hukum

Staf Khusus Presiden RI Bidang Inovasi, Pendidikan dan Daerah Terluar, Billy MambrasarDok. Billy Mambrasar Staf Khusus Presiden RI Bidang Inovasi, Pendidikan dan Daerah Terluar, Billy Mambrasar
Silang sengkarut anggaran beasiswa Otsus kini sudah diambil alih pemerintah pusat.

"Tak perlu lagi sampaikan masalah ini ke Presiden, ini masalah kecil yang kita bisa selesaikan," kata Wakil Menteri Dalam Negeri, John Wempi Wetipo beberapa waktu lalu.

Bagaimana pun sampai sekarang, persoalan ini masih belum jelas.

Staf Khusus Presiden Bidang Pendidikan dan Inovasi, Billy Mambrasar, mengatakan sudah mendorong agar kementerian terkait membuat payung hukum menyelesaikan persoalan ini.

Payung hukum ini nantinya memberi kewenangan Pemprov Papua menarik dana otsus dari kabupaten dan kota.

"Karena mereka yang sudah berjalan itu masuk di Provinsi Papua, jadi dapat memberikan justifikasi kepada Pemprov Papua untuk menarik anggaran dari kabupaten kota agar mereka distribusikan beasiswa untuk anak-anak ini," kata Billy kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Front Mahasiswa Papua Bertahan Diguyur Hujan, Minta Komnas HAM Nyatakan Sikap atas Kekerasan di Papua

Selain itu, pihaknya juga bekerjasama dengan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP). Badan baru ini sedang bertugas melakukan mediasi antar kementerian dan lembaga terkait.

"Terus memfasilitasi pemda untuk bisa mengakses informasi yang tepat di pusat," kata Billy.

Ia juga menyadari UU Otsus yang baru, dan kebijakan pemekaran daerah ikut berkontribusi dalam sengkarut beasiswa anak Papua.

"Memang kemarin timeline-nya begitu sempit, sehingga tidak ada perencanaan yang step by step. Akibatnya banyak tumpang tindih seperti ini. Menurut saya ini harus dibereskan. Dengan pendataan, kemudian re-evaluasi."

Kembali lagi ke Salt Lake City, Amerika Serikat, tempat Calvin sedang menimba ilmu, jauh dari keluarga dan tanah kelahirannya di Papua.

Saat ini yang ia butuhkan adalah dukungan dan kepastian dari pemerintah menjamin studinya selesai sampai topi wisuda melingkar di kepala.

"Jangan terlalu banyak berdebat. Tapi lakukan aksi…. Saya mau melayani di Papua. Saya punya impian untuk mengajar. Pasti saya akan kembali," kata Calvin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

Regional
Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Regional
Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Regional
Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Regional
Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Regional
Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Regional
Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Regional
Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Regional
Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Regional
Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Regional
Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Regional
Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Regional
Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Regional
Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Regional
Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com