KENDARI, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kendari menjatuhkan vonis tiga bulan penjara dan denda Rp 50 juta kepada seorang guru besar Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Prof B, terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswinya.
Pembacaan putusan majelis hakim itu berlangsung di ruang sidang pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Kendari, pada Kamis (15/6/2023).
Keluarga korban kekerasan seksual guru besar perguruan tinggi negeri itu, mengaku sangat kecewa dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Kendari.
Paman korban, Mashur, sangat menyayangkan putusan majelis hakim yang hanya menjatuhkan hukuman ringan 3 bulan penjara, tanpa penahanan.
Baca juga: Lecehkan Mahasiswi UHO Kendari, Profesor B Dituntut 2,6 Tahun Penjara
"Kami tentu kecewa, keponakan saya pun kecewa. Prof B hanya divonis oleh hakim tiga bulan tanpa dilakukan penahanan,” kata Mashur, pada Kamis (15/6/2023).
Ia mengaku, selama 11 bulan keluarganya memperjuangkan keadilan untuk ponakannya. Waktu, tenaga, pikiran dan materi seolah habis percuma.
Menurutnya, rasa kekecewaan bukan tanpa alasan. Sebab, vonis yang dijatuhkan majelis hakim sangat rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni 2 tahun 6 Bulan penjara dengan denda Rp 50 juta.
“Keponakan saya sangat kecewa mendengar informasi itu,” ujar dia.
Mashur mengatakan, dirinya didampingi Tim Pendamping Perempuan menghadiri langsung sidang putusan yang digelar di Kantor Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan PHI Kendari, Kelurahan Baruga, Kecamatan Baruga.
Ia pun heran kenapa lokasi sidang tiba-tiba dipindahkan ke pengadilan Tipikor padahal sebelumnya sidang dijadwalkan di Pengadilan Negeri Kendari.
Atas vonis majelis hakim, Mahsur mengaku akan melakukan koordinasi dengan Tim Pendamping Perempuan.
Humas PN Kendari, Ahmad Yani membenarkan vonis 3 bulan penjara dan 6 bulan masa percobaan penjara terhadap Prof B.
"Itu pertimbangan majelis hakim dan sudah haknya majelis, saya tidak bisa pertimbangkan. Bahwa pasnya hukum untuk prof B itu hanya hukuman percobaan, meskipun pidananya terbukti sebagaimana yang didakwakan tetapi menurut majelis cukup dengan hukuman pidana percobaan," ujar dia saat dikonfirmasi.
Soal banding, lanjut Ahmad Yani, akan tetap dilakukan tergantung dari jaksa apakah akan melakukan banding.
"Ya tentu karena jaksa menyatakan banding, bisa jadi putusannya itu perintah akan segera masuk, atau putusan yang sifatnya bukan percobaan. Kita lagi menunggu apakah jaksa akan menyatakan banding atas putusan itu," kata dia.