Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

12 Puskesmas di Bantul Kini Menggunakan Jamu untuk Pengobatan Pasien

Kompas.com - 05/07/2022, 19:37 WIB
Markus Yuwono,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, DI Yogyakarta, meningkatkan program Sehat Ekonomi Meningkat karo (dengan) Jamu (Seroja).

Sebanyak 12 puskesmas memberikan pengobatan menggunakan jamu.

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menyampaikan, program Seroja bisa menyebabkan efek sehat. Selain itu, juga meningkatkan perekonomian.

"Selama ini puskesmas hanya pakai obat-obatan kimia, sekarang ini sudah kami tetapkan ada 12 puskesmas di Bantul menggunakan jamu tradisional untuk treatment pasien," kata Halim, kepada wartawan di Bantul, pada Selasa (5/7/2022).

Baca juga: Jokowi Membeli Sapi 1 Ton di Bantul Seharga Rp 125 Juta

Dia mengatakan, jamu yang diberikan harus tersertifikasi dan mendapatkan rekomendasi dari BPOM, hingga disahkan Kementerian Kesehatan.

Politisi PKB ini mengatakan, pengobatan menggunakan jamu tradisional ini karena efek sampingnya lebih sedikit dibandingkan obat kimiawi.

"Kami masukkan ke sistem layanan ini jamu tradisional yang efek sampingnya minimal," ucap dia.

Sementara, dari sisi perekonomian bisa menyerap tenaga kerja jamu.

"Jamu dulu itu cair, diseduh dan diminum. Nah, saat ini jamu bisa berupa kapsul, bubuk, selai bahkan lulur masker," ucap Halim.

"Dulu (penggunaan jamu) memang jadi polemik, apakah itu boleh atau tidak tapi sekarang sudah diyakini kalau itu ada khasiatnya dan sudah diuji secara klinis," kata Halim.

Halim menyebut, penggunaan jamu untuk layanan kesehatan untuk pelengkap obat.

Dokter akan menganalisa apakah bisa menggunakan jamu atau tidak. Atau pengguna jamu dan obat.

"Jadi jamu sebagai complement bukan subtitusi. Tapi, tetap akan kita konsultasikan ke Kementerian Kesehatan, karena layanan kesehatan ada standardisasi ya," kata dia.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bantul Agus Budi Raharja mengatakan, pengembangan pelayanan kesehatan tradisional atau tradisional complement sudah berjalan sejak 2020 lalu.

 

Adapun puskesmas yang sudah melakukan yakni Puskesmas Sedayu I, Puskesmas Kasihan II, Puskesmas Banguntapan II, Puskesmas Piyungan, Puskesmas Jetis II, Puskesmas Srandakan, Puskesmas Dlingo II, Puskesmas Imogiri I dan Puskesmas Bantul II.

"Ditambah 3 puskesmas tahun ini yaitu Puskesmas Sewon I, Puskesmas Sanden dan Puskesmas Pleret," kata Agus.

Untuk puskesmas yang sudah memasukkan jamu ke dalam resep ada empat, dan jamu sudah terstandardisasi.

"Jamu sudah peresepan, seperti di Kasihan II, Banguntapan II, Imogiri I dan Piyungan sudah melakukan peresepan. Jadi baru empat puskesmas yang peresepan," kata dia.

Baca juga: Zona Merah PMK di Bantul Bertambah, Pemkab Berharap Tambahan Vaksin

Pengobatan menggunakan jamu harus melalui analisa dan diagnosa dokter.

Selain jamu juga akupuntur, akupresur, hingga meditasi.

"Dokter menawarkan pengobatan terapi, ada konvensional atau complement tradisional. Kalau berkenan dengan herbal kami resepkan," kata Agus.

Agus mengatakan, sudah ada 10-20 persen pasien yang menggunakan pengobatan tersebut.

Pengobatan tradisional complement seperti darah tinggi, pegel linu, diabetes dan migrain. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Ayah Perkosa Anak Terungkap saat Korban Ketakutan di Pojok Ruangan

Kasus Ayah Perkosa Anak Terungkap saat Korban Ketakutan di Pojok Ruangan

Regional
Ratusan Ribu Suara Pemilu di Babel Tidak Sah, KPU Siapkan Pengacara

Ratusan Ribu Suara Pemilu di Babel Tidak Sah, KPU Siapkan Pengacara

Regional
2.540 Ekor Burung Liar Diselundupkan ke Jawa, Diduga Hasil Perburuan Hutan Lampung

2.540 Ekor Burung Liar Diselundupkan ke Jawa, Diduga Hasil Perburuan Hutan Lampung

Regional
HUT Ke-477 Kota Semarang, Pemkot Semarang Beri Kemudahan Izin Nakes lewat Program L1ON

HUT Ke-477 Kota Semarang, Pemkot Semarang Beri Kemudahan Izin Nakes lewat Program L1ON

Kilas Daerah
Polda NTT Bentuk Tim Gabungan Ungkap Kasus Penemuan Mayat Terbakar di Kota Kupang

Polda NTT Bentuk Tim Gabungan Ungkap Kasus Penemuan Mayat Terbakar di Kota Kupang

Regional
Ketua Nasdem Sumbar Daftar Pilkada Padang 2024

Ketua Nasdem Sumbar Daftar Pilkada Padang 2024

Regional
Sopir Innova Tewas Diduga Serangan Jantung dan Tabrak 2 Mobil di Solo

Sopir Innova Tewas Diduga Serangan Jantung dan Tabrak 2 Mobil di Solo

Regional
Tujuan Pria di Semarang Curi dan Timbun Ratusan Celana Dalam Perempuan

Tujuan Pria di Semarang Curi dan Timbun Ratusan Celana Dalam Perempuan

Regional
Banjir Rob Demak, Kerugian Petambak Ikan Capai 14 Miliar Setahun Terakhir

Banjir Rob Demak, Kerugian Petambak Ikan Capai 14 Miliar Setahun Terakhir

Regional
Sebelum Meninggal, Haerul Amri Keluhkan Mata Perih dan Kebas

Sebelum Meninggal, Haerul Amri Keluhkan Mata Perih dan Kebas

Regional
Bukan Fenomena 'Heat Wave', BMKG Sebut Panas di Jateng Disebabkan Hal Ini

Bukan Fenomena "Heat Wave", BMKG Sebut Panas di Jateng Disebabkan Hal Ini

Regional
301 KK Warga Desa Laingpatehi dan Pumpente di Pulau Ruang Akan Direlokasi, Pemprov Sulut: Mereka Siap

301 KK Warga Desa Laingpatehi dan Pumpente di Pulau Ruang Akan Direlokasi, Pemprov Sulut: Mereka Siap

Regional
Jumlah Siswa Tak Sebanding dengan Sekolah, Mbak Ita Akan Tambah 3 SMP pada 2025

Jumlah Siswa Tak Sebanding dengan Sekolah, Mbak Ita Akan Tambah 3 SMP pada 2025

Regional
Guru PPPK di Semarang Mengeluh Gaji Belum Cair, Wali Kota: Laporan Belum Masuk

Guru PPPK di Semarang Mengeluh Gaji Belum Cair, Wali Kota: Laporan Belum Masuk

Regional
3 Eks Pegawai BP2MI Bandara Soekarno-Hatta Dituntut 1,5 Tahun Penjara

3 Eks Pegawai BP2MI Bandara Soekarno-Hatta Dituntut 1,5 Tahun Penjara

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com