Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Aris, PMI yang 40 Tahun Bekerja di Malaysia, Kagumi Soekarno

Kompas.com - 18/03/2022, 10:37 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS.com – Kakek bernama Aris (73) asal Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, masih terlihat bugar dan semangatnya masih sangat menggebu.

Ia merupakan salah satu PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang dipulangkan melalui pelabuhan Tunon Taka Nunukan, Kalimantan Utara, Rabu (17/3/2022), bersama 150 WNI lain.

Masa berlaku paspor ratusan WNI tersebut habis, dan tidak bisa pulang ke tanah air (stranded) akibat lockdown, sebagai kebijakan otoritas setempat dalam penanggulangan Covid-19.

Baca juga: PMI Asal Bali Terkatung-katung di Turki, Agen Penyalur Diperiksa Polisi

Selalu merasa bangga sebagai WNI

Saat ditemui di Gedung Karantina terpusat untuk kedatangan para eks PMI Malaysia, ia bercerita pengalamannya selama bekerja sekitar 40 tahun di Kunak, Sabah, Malaysia.

Dengan mengisap rokok filternya, ia membuka cerita dengan kekagumannya terhadap Presiden RI pertama, Soekarno.

"Semua pidato dan kebijakan presiden pertama kita itu menjadikan kita bangga sebagai orang Indonesia. Teriakannya membangunkan semangat dan kisahnya selalu terpatri dan selalu menjadi cerita yang abadi," ujarnya, Kamis (17/3/2022).

Asap rokoknya terus keluar dan seakan menjadi efek film dari kisah perjuangan yang dibawakannya.

Ia sebagai orangtua yang menghabiskan sebagian hidupnya di Negeri Jiran, menegaskan memiliki nasionalisme kental yang tak akan luntur. Meski puluhan tahun di Malaysia, logat/dialek Indonesianya masih terjaga.

Baca juga: Menko PMK: Penerapan Sanksi Hukum untuk Penyalur dan Calo PMI Ilegal Harus Diawasi Ketat

Ia bahkan tidak terdengar seperti PMI lain, karena justru bahasa Indonesianya tercampur dengan bahasa Bugis yang merupakan suku aslinya.

"Saya menjaga nilai Indonesia. Di kamp tempat saya tinggal, saya pasang parabola dan selalu menonton sejarah Indonesia lewat siaran di TV," katanya lagi.

Ulet dan selalu mencoba memperbanyak kawan

Aris, pertama menginjakkan kaki di Malaysia sekitar tahun 1982, saat usianya masih 30-an tahun.

Di sana, ia membuka lahan dan bekerja di perusahaan kelapa sawit di Kunak sebagai sopir truk untuk mengangkut hasil panen.

"Selain bekerja sebagai sppir, saya kerjakan semua yang bisa dikerja. Hasilnya selalu saya kirim ke keluarga di kampung. Kadang 10.000 ringgit kadang 4.000 ringgit, tergantung banyak kerja yang bisa saya perbuat," tuturnya.

Baca juga: Menaker: Adanya Pembiayaan KUR Ringankan Beban PMI

Aris dikenal sebagai pekerja yang ulet dan selalu tidak bisa diam. Selama ada hal yang bisa dikerjakan, ia akan meluangkan waktunya untuk menghasilkan uang.

Sifat tidak kenal lelahnya itu akhirnya menjadikan ia diperhatikan banyak orang. Kenalannya juga tidak sedikit, pekerja kebun di perusahaan sekitar, pedagang, bahkan para aparat polisi setempat.

"Bekerja di perantauan, usahakan punya sebanyak-banyaknya teman. Itu jalan memulai usaha," petuahnya.

Terjebak bisnis illegal

Dengan manfaat banyaknya relasi tersebut, Aris memutuskan menyisihkan gajinya sedikit demi sedikit membuka warung kelontong.

Sifat Aris yang humble dan supel tersebut langsung mendapat kepercayaan dari para supplier Sembako dan rokok.

Baca juga: Penyelundupan 23 Calon PMI Ilegal ke Malaysia Digagalkan di Perairan Asahan Sumut

"Saya dititipi jumlah besar rokok Malaysia tak bercukai untuk dijual di perkebunan. Laris sekali itu barang dan saya tekuni saja. Namanya di kebun, asal menghasilkan uang ya jalani saja," katanya.

Sayangnya, usaha rokok tanpa cukai membawanya berurusan dengan aparat Custom/Bea Cukai.

Ia menjadi target operasi dan rokok-rokok tanpa cukai senilai 10.000 ringgit disita oleh aparat.

"Saya dibawa dan diberi peringatan. Setelah itu dilepas dan kembali fokus bekerja sambil membesarkan warung," imbuhnya.

Selama 40 tahun bekerja, ia tidak pernah absen mengirim uang untuk istri dan anak anaknya di kampung. Ia juga selalu rutin pulang kampung di momen hari raya.

Uang hasil kerjanya, sudah diubah menjadi aset seperti rumah dan sarang burung walet, serta beberapa aset lain.

Baca juga: Cerita Wirati, PMI Asal Bali di Ukraina: Sembunyi di Bunker hingga Lihat Mayat Bergelimpangan

Sempat dicurigai membawa narkoba

Sejak Malaysia memutuskan mengunci wilayah/lockdown sebagai penanggulangan Covid-19, Aris masih bisa terus bekerja mengembangkan warung.

Perusahaan kelapa sawit tempatnya bekerja bahkan memberikan gaji meski para buruh diistirahatkan akibat pandemi.

"Kemudian saya berpikir untuk pulang kampung saja. Usia sudah tidak lagi muda. Saya ingin berkumpul di kampung halaman, sudah terlalu lama saya pergi mencari uang. Sudah waktunya menikmati apa yang saya dapatkan selama 40 tahun ini," katanya.

Ia kemudian mendaftarkan diri ke KRI Tawau untuk pulang kampung. Dengan pikirannya yang polos dan sederhana, Aris membawa uang di kantung besar celana pendek dan ia lapisi dengan celana panjang kain.

Siapa sangka, gembolan di saku celana pendek tersebut memancing kecurigaan aparat polisi. Ia dibawa ke pos polisi dan menjalani pemeriksaan karena diduga membawa narkoba.

"Uang itu saya taruh di kantong celana pendek. Jumlahnya tidak usahlah ditanya, yang jelas tidak sedikit karena hasil kerja selama pandemi yang sebagian sudah dikirim ke keluarga. Setelah diperiksa dan tidak ada narkoba, saya dilepas dan dipersilakan naik kapal untuk pulang ke Indonesia," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Suami di Karimun Bunuh Istri Pakai Batang Sikat Gigi

Suami di Karimun Bunuh Istri Pakai Batang Sikat Gigi

Regional
Maju Pilkada Maluku, Eks Pangdam Pattimura Daftar Cagub ke 5 Parpol

Maju Pilkada Maluku, Eks Pangdam Pattimura Daftar Cagub ke 5 Parpol

Regional
Ratusan Ribu Suara Pemilu 2024 di Bangka Belitung Tidak Sah, NasDem Gugat ke MK

Ratusan Ribu Suara Pemilu 2024 di Bangka Belitung Tidak Sah, NasDem Gugat ke MK

Regional
Maksimalkan Potensi, Pj Walkot Tangerang Minta Fasilitas Kawasan Kuliner Parlan Dilengkapi

Maksimalkan Potensi, Pj Walkot Tangerang Minta Fasilitas Kawasan Kuliner Parlan Dilengkapi

Kilas Daerah
Tim SAR Gabungan Kembali Temukan Jasad Korban Banjir Bandang Luwu

Tim SAR Gabungan Kembali Temukan Jasad Korban Banjir Bandang Luwu

Regional
Seorang Petani di Sikka NTT Dikeroyok hingga Babak Belur, 3 Pelaku Ditangkap

Seorang Petani di Sikka NTT Dikeroyok hingga Babak Belur, 3 Pelaku Ditangkap

Regional
KKB Ancam dan Rampas Barang Jemaat Gereja di Pegunungan Bintang

KKB Ancam dan Rampas Barang Jemaat Gereja di Pegunungan Bintang

Regional
Geng Motor Tawuran Tewaskan Pelajar SMA di Lampung, 2 Orang Jadi Tersangka

Geng Motor Tawuran Tewaskan Pelajar SMA di Lampung, 2 Orang Jadi Tersangka

Regional
Ayah Perkosa Putri Kandung di Mataram Saat Istri Kerja sebagai TKW

Ayah Perkosa Putri Kandung di Mataram Saat Istri Kerja sebagai TKW

Regional
Tanah Orangtua Dijual Tanpa Sepengetahuannya, Adik Bacok Kakak di Kampar

Tanah Orangtua Dijual Tanpa Sepengetahuannya, Adik Bacok Kakak di Kampar

Regional
Warga Cianjur Kaget Wanita yang Dinikahinya Ternyata Seorang Pria

Warga Cianjur Kaget Wanita yang Dinikahinya Ternyata Seorang Pria

Regional
Saiful Tewas Usai Ditangkap Polisi, Istri: Suami Saya Buruh Tani, Tak Terlibat Narkoba

Saiful Tewas Usai Ditangkap Polisi, Istri: Suami Saya Buruh Tani, Tak Terlibat Narkoba

Regional
KLB Diare di Pesisir Selatan Sumbar, Ada 150 Kasus dan 4 Orang Meninggal

KLB Diare di Pesisir Selatan Sumbar, Ada 150 Kasus dan 4 Orang Meninggal

Regional
Guru Honorer di Maluku Dipecat Setelah 11 Tahun Mengabdi, Pihak Sekolah Berikan Penjelasan

Guru Honorer di Maluku Dipecat Setelah 11 Tahun Mengabdi, Pihak Sekolah Berikan Penjelasan

Regional
Pikap Pelat Merah Angkut Ribuan Liter Miras di Gorontalo

Pikap Pelat Merah Angkut Ribuan Liter Miras di Gorontalo

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com