Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soekarno, Raden Wijaya dan Blitar: Menengok Reruntuhan Monumen Pendiri Majapahit

Kompas.com - 21/03/2021, 17:18 WIB
Asip Agus Hasani,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

BLITAR, KOMPAS.com - Ketika Presiden Soeharto menandatangani Keppres No 44 Tahun 1970 tentang pemakaman Presiden Soekarno dengan pilihan lokasi di Kota Blitar, mungkin mendapatkan pembenaran pada bahwa di kota terpencil di Jawa Timur itu kedua orang tua Soekarno dimakamkan.

Soekarno tidak dimakamkan di Kebun Raya Bogor seperti wasiatnya tapi di pemakaman umum di Kelurahan Bendogerit, pada 22 Juni 1970.

Menurut sejarawan LIPI Asvi Warman Adam, keputusan itu lebih didorong oleh naluri politik Soeharto untuk menjauhkan sosok karismatik itu dari Ibu Kota.

Baca juga: Ketika Soekarno Dibujuk Dua Pengusaha, Serahkan Kekuasaan ke Soeharto

Muncul juga kesan bahwa ini merupakan kelanjutan dari skenario untuk membangun citra kedekatan antara Sang Proklamator Kemerdekaan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pernah menang pada Pemilu Daerah tahun 1957 di Blitar.

Di daerah terpencil ini, perlawanan PKI setelah Gerakan 30 September (G30S) 1965 juga pernah terjadi dengan basis di wilayah Blitar bagian selatan.

Sekitar 15 kilometer dari makam Sukarno ke arah selatan, abu pendiri Kerajaan Majapahit, Dyah Wijaya atau Raden Wijaya, disemayamkan di sebuah candi yang terletak di Desa Sumberjati, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar.

Meski masa hidup keduanya terpaut ratusan tahun, Soekarno dan Dyah Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana sama-sama pendiri negara di Nusantara.

Baca juga: Perusahaan Singapura Gugat Tiga Anak Soeharto Rp 584 Miliar

Meski batas-batas wilayah Indonesia modern lebih didasarkan pada wilayah Hindia Belanda, namun sedikit banyak wilayah nusantara sebagai sebuah bangsa sudah terajut di masa Kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya.

Kebesaran nama kedua tokoh ini dipertemukan di Blitar, daerah paling selatan Jawa Timur, sejumlah raja penguasa Jawa di masa lampau yang lain juga dicandikan.

Peripih batu di bagian tengah bangunan utama Candi Simping yang diyakini sebagai tempat meletakkan abu kremasi Raden Wijaya.KOMPAS.COM/ASIP HASANI Peripih batu di bagian tengah bangunan utama Candi Simping yang diyakini sebagai tempat meletakkan abu kremasi Raden Wijaya.
Sekitar dua kilometer ke arah selatan dari Kali Brantas, sungai purba yang membelah wilayah Blitar hampir di garis tengahnya itu, di Dusun Krajan, Desa Sumberjati, Kecamatan Kademangan berdirlah Candi Simping.

Apa yang bisa disaksikan dari Candi Simping sebenarnya hanya tinggal batur kaki candi yang terletak di tengah area seluas sekitar 900 meter persegi.

Selebihnya, didominasi pemandangan ribuan batu-batu andesit bekas penyusunan bangunan candi yang diletakkan berjajar dalam beberapa baris di sekitar kaki candi.

"Pernah saya hitung dengan hati-hati, jumlah batu-batu ini 2.415 buah, baik yang dalam keadaan utuh maupun pecahan," ujar Susilo, penjaga Candi Simping, kepada Kompas.com pekan lalu.

Baca juga: Penantian 8 Tahun Wali Kota Blitar untuk Gedung Baru Kampus AKN Putra Sang Fajar

Pintu masuk ke area Candi Simping adalah dari arah samping atau selatan, melalui jalan sepanjang sekitar 50 meter dengan lebar sekitar 1,5 meter.

Pintu masuk yang sebenarnya, ada di sisi barat, tidak dapat difungsikan dan ditutup dinding pagar pembatas kawasan candi.

Di bagian tengah candi, di atas batur kaki candi yang tersisa itu, terdapat batu peripih seukuran meja kecil hampir sama sisi dengan bagian atasnya terpahat bentuk naga dan kura-kura menyangga gunung.

"Di dalam pripih itulah konon abu kremasi Raden Wijaya diletakkan," ujar Susilo.

Candi Simping yang tersisa sebenarnya lebih tepat disebut sebagai reruntuhan candi.

Baca juga: Langgar Konstitusi Bisa untuk Selamatkan Rakyat, Mahfud MD Contohkan Soekarno dan Harmoko

Hampir semua yang ada area itu tidak berada pada posisi asalnya, kecuali batur kaki candi dengan tinggi kurang dari 50 sentimeter, panjang 11,75 meter dan lebar 8,85 meter itu.

Ketika ditemukan kembali pada 1854 oleh Teijsmann, Direktur Kebun Raya Bogor yang aktif berkeliling daerah mencari koleksi baru spesies tumbuhan, kondisi Candi Simping sudah runtuh.

Batu-batu penyusun bangunan candi dan sejumlah arca dalam keadaan berserakan.

Candi Simping kala itu disebut sebagai Candi Sumberdjati sesuai nama desa tempat berdirinya.

Baru setelah ditemukannya naskah kakawin Negarakertagama oleh ilmuan Belanda J.L.A. Brandes pada 1894 di perpustakaan Raja Lombok yang hendak dihancurkan tentara KNIL.

Candi Simping menemukan konteks historisnya, termasuk nama Simping yang disebutkan dalam naskah Negara Kertagama.

Kata Simping disebutkan di beberapa bagian dari kakawin berusia 650 tahun itu.

Baca juga: Eks KSAD Wismoyo Arismunandar Dimakamkan Satu Kompleks dengan Soeharto di Astana Giribangun

Namun, Candi Simping sebagai makam Sang Pendiri Majapahit disebutkan pada Pupuh XLVII.

Arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, Nugroho Harjo Lukito, mengatakan keistimewaan arsitektural Candi Simping tidak mungkin lagi dinikmati.

Yang tertinggal, menurutnya, adalah keberadaannya sebagai perabuan atau pendarmaan pendiri Majapahit.

"Kalau saja Candi Simping itu masih berdiri mungkin lengkap istimewanya, karena ia merupakan pedharmaan Kertarajasa Jayawardhana alias Raden Wijaya," tutur Nugroho kepada Kompas.com baru-baru ini.

Arca Harihara, penggabungan  Dewa Siwa dan Wisnu dalam satu figur, setinggi hampir dua meter yang kini disimpan di Museum Nasional berasal dari Candi Simping.

Arca yang telah dipindahkan sejak zaman Hindia Belanda itu merupakan perwujudan Sang Pendiri Majapahit.

Baca juga: Profil Presiden Pertama RI: Soekarno

Menurut Nugroho, setelah kegagalan upaya menyusun ulang bangunan utama Candi Simping pada masa Hindia Belanda, upaya serupa belum pernah dilakukan lagi termasuk setelah masa kemerdekaan Indonesia.

Runtuhnya bangunan Candi Simping, sebagaimana diyakini oleh sejarawan dan arkeolog, terjadi akibat kombinasi dua sebab, yaitu bencana alam dan kesengajaan tangan manusia.

Perusakan oleh tangan manusia kemungkinan terjadi pada masa Islam mulai menyebar di Pulau Jawa menyusul kejatuhan Majapahit.

Meski tinggal reruntuhan, kebesaran Candi Simping masih terlihat, antara lain, dari peninggalan empat arca kepala kala berukuran besar dengan tinggi sekitar satu meter yang diletakan berjajar di salah satu sisi di area candi. 

Keempat arca itu, yang dalam jagat nilai Hindu Jawa menjadi simbol pembatas antara area sakral dan profan, kondisinya masih relatif utuh kecuali kerusakan pada bagian hidung.

Baca juga: Dewi Soekarno, Istri Presiden Soekarno Hadiri Kremasi Menantunya di Bali

Seperti halnya Makam Bung Karno, Candi Simping mulai mendapatkan kunjungan dari masyarakat setelah Reformasi 1998 meskipun jumlahnya jauh dibawa angka peziarah Makam Bung Karno.

"Sebelum tahun 2000, pengunjung datang ke sini hanya di hari-hari tertentu untuk keperluan ritual. Tapi setelah tahun 2000, paling tidak ada kunjungan rutin anak-anak sekolah untuk keperluan tugas dari gurunya," ujar Susilo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS dan Golkar Kuasai Kursi DPRD Kabupaten Sumbawa 

PKS dan Golkar Kuasai Kursi DPRD Kabupaten Sumbawa 

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
'Bullying' Suporter Persib Bandung, 2 Warga Solo Ditangkap

"Bullying" Suporter Persib Bandung, 2 Warga Solo Ditangkap

Regional
50 Rumah Warga Terdampak Banjir Lahar Gunung Lewotobi NTT

50 Rumah Warga Terdampak Banjir Lahar Gunung Lewotobi NTT

Regional
Siap Gencarkan Sport Tourism, Specta Jateng Open Tennis Tournament 2024 Disambut Antusias

Siap Gencarkan Sport Tourism, Specta Jateng Open Tennis Tournament 2024 Disambut Antusias

Regional
Polisi Tangkap 14 Orang Geng Motor Pelaku Tawuran yang Tewaskan Pelajar SMA

Polisi Tangkap 14 Orang Geng Motor Pelaku Tawuran yang Tewaskan Pelajar SMA

Regional
Tawuran Geng Motor Tewaskan 1 Pelajar SMA, Dipicu Saling Tantang di Medsos

Tawuran Geng Motor Tewaskan 1 Pelajar SMA, Dipicu Saling Tantang di Medsos

Regional
Pembeli Timah Ilegal di Sungai Bangka Ditangkap, Total Ada 14 Tersangka

Pembeli Timah Ilegal di Sungai Bangka Ditangkap, Total Ada 14 Tersangka

Regional
Geng Motor Tawuran di Bandar Lampung, 1 Korban Siswa SMA Tewas

Geng Motor Tawuran di Bandar Lampung, 1 Korban Siswa SMA Tewas

Regional
Wilayah Terdampak Longsor dan Banjir Luwu Terisolasi, Pemprov Sulsel Salurkan Bantuan dengan Helikopter

Wilayah Terdampak Longsor dan Banjir Luwu Terisolasi, Pemprov Sulsel Salurkan Bantuan dengan Helikopter

Regional
Calon Independen di Pilkada Nagekeo Wajib Kantongi 11.973 Dukungan

Calon Independen di Pilkada Nagekeo Wajib Kantongi 11.973 Dukungan

Regional
Mahasiswa Unlam Hilang Saat Reboisasi di Hutan Kapuas Kalteng

Mahasiswa Unlam Hilang Saat Reboisasi di Hutan Kapuas Kalteng

Regional
Curug Putri Carita di Pandeglang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Curug Putri Carita di Pandeglang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com