Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Wakil Rakyat Bermodal Ijazah SMA dan Duit Rp 30 Juta...

Kompas.com - 28/08/2014, 12:10 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kekuatan doa akan menemui jalannya. Prinsip itu digenggam erat oleh Elisabeth CH Mailoa (52), wanita asal Kota Ambon, Maluku.

Dengan prinsip tersebut, Elizabeth meneguhkan niat mengabdi kepada warga DKI Jakarta. Bermodal ijazah SMA dan dana Rp 30 juta saja, dia mencalonkan diri menjadi anggota DPRD DKI.

Lahir dan tumbuh di daerah pelosok, ibu anak semata wayang Marcel Mailoa (28) itu mengerti betul arti perjuangan. Meniti karier politik di Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 1996, dia sekarang adalah Sekretaris II DPC PDI Perjuangan Jakarta Pusat/

Perjalanan politiknya membuat Bu Else, panggilan Elizabeth, kian tertantang mewujudkan harapan perjuangan. Bukan cuma soal dirinya saja, kata dia, melainkan tentang rakyat kecil.

Ditangkap polisi, ditahan di penjara selama berbulan-bulan hingga tinggal bertahun-tahun hanya di sebuah bedeng, bagi Else bukanlah aib hidup.

Buat Else, sejarah hidup ini justru merupakan pengingat pengingat dan penanda, dari mana dia berasal dan siapa yang harus diperjuangkanya lewat kursi parlemen.

Berikut ini kutipan wawancara Kompas.com dengan Bu Else di ruang kerjanya, gedung DPRD DKI Jakarta lantai 9, Jalan Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (27/8/2014).

Tanya (T): Kapan anda memulai karier di dunia politik?

Jawab (J) : Saya besar di keluarga PDI. Abang sepupu saya menjadi Ketua DPD PDI Maluku. Saya lalu ke Jakarta tahun 1996, sebelum ada peristiwa 27 Juli. Saya akhirnya terlibat di dalamnya sampai sekarang.

T: Apa yang terjadi saat 27 Juli?
J: Ada dua kubu, Suryadi dan Megawati (Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI-P, red). Saya ada di pro-Mega karena saya tau persis Ibu Mega de facto menjadi ketua umum, tapi masih digoyang oleh pemerintahan Soeharto melalui Suryadi. Saya aktif bangun mimbar bebas sampai saya dipenjara.

T: Mengapa bisa dipenjara? Bagaimana ceritanya?
J: Ketika kantor kami di Jalan Diponegoro 58 (Jakarta Pusat) itu diserang sama kubu Suryadi, mereka mau merebut Kantor DPP PDI-P. Kami ada 124 orang di dalam yang tertangkap dan diproses secara hukum. Kami dipenjara selama 4 bulan 10 hari.

T: Tuduhannya?
J: Kami dituduh berbuat makar. Aneh memang, kami yang diserang, mereka yang menyerang, kami yang dituduh makar. Sejak saat itulah saya aktif sampai sekarang dengan membentuk Forum Kerukunan 124.

T: Kejadian itu yang membuat Bu Else masuk ke PDI-P?
J: Iya. Tapi saat itu sampai lumayan lama sekali, saya belum masuk karena belum punya kartu anggota. Hanya simpatisanlah jatuhnya. Nah, pada 2010, saya yang sudah berjuang dengan Ibu Mega akhirnya masuk ke dalam struktur DPC PDI-P Jakarta Pusat. Saya menjadi Sekretaris II DPC.

Mengubah nasib

T: Bagaimana lobi sehingga bisa menjadi Sekretaris DPC?
J: Kebetulan, saya sudah lama jadi kenal, lobinya enak. Saya waktu itu lobi Pak Pras (Prasetio Edi Marsudi, Wakil Ketua DPD PDI-P DKI Jakarta, red). "Bang, saya mau mengubah nasib.".

Akhirnya masuk. Meski, saat pembentukan sempat deadlock dan diambilalih DPP. Wah, saya senang, karena jaringan saya di DPP lebih banyak. Akhirnya saya masuk menjadi sekretaris.

T: Lalu bagaimana awal mula jadi calon legislatif?
J: Seperti biasa, melalui penjaringan. Kami diminta melengkapi administrasi, antara lain KTP, Kartu Anggota dan lain-lain. Proses itu saya jalani sejak Januari 2014.

T: Dari Jakarta Pusat, ada berapa yang daftar?
J : Ada lima orang. Semuanya lolos ferivikasi. Saya dapat nomor urut empat.

T: Nomor urut empat cukup strategis. Bagaimana Bu Else dapat nomor urut itu?
J: Ya dilihat dari posisi. Pak Pras kan DPD dapat nomor satu, Pak Pandapotan kan Bendahara DPC dapat nomor urut dua, Bu Herlina dari DPD nomor urut tiga, dan saya Sekretaris II ya nomor empat. Kebetulan ketua DPC dan Sekretaris I saya tidak nyalon. Beruntung juga.

T: Berapa modal uang untuk nyaleg?
J: Rp 30 juta sama ijazah SMA lulusan tahun 1982.

T: Kok sedikit sekali?
J: Ya bedalah. Saya siapa?

T: Uang siapa saja itu?
J: Ada teman yang nyumbang Rp 1 juta, Rp 5 juta, ada juga yang Rp 10 juta. Saya kumpulin saja semuanya.

T: Modal pribadi?
J: Sekitar Rp 5 juta. Modal saya hanya untuk kelengkapan administrasi. Sisanya untuk pembiayaan kampanye, mulai dari cetak banner, stiker, kartu nama, sampai bikin pengobatan gratis di dua titik.

T: Teknik kampanye seperti apa yang Bu Else lakukan?
J: Kebetulan saya aktivis gaul. Jadi kawan-kawan saja yang bantu. Mereka ngerti saya dan enggak minta finansial. Mereka bantu saya nothing to lose. Saya juga blusukan ke dapil. Warga senang didatangi saya. Mereka lebih senang wakil rakyat yang turun ke mereka. Blusukan Jokowi diterapkan di saya.

T: Banyak laporan soal 'serangan fajar' saat pencoblosan, menurut anda?
J: Ndaklah. Saya enggak bisa serangan fajar. Hehehe. Saya dengan doa saja. Enggak perlu serangan fajar. Kita yakin Tuhan bantu. Hasilnya juga terlihat, hampir di seluruh TPS, pasti ada satu suara untuk saya. Saya sendiri dapat 7.814 suara. Dari lima nomor urut, yang terpilih nomor urut satu, dua, dan empat. Urutan ketiga kalah suara dengan saya.

T: Sejak terpilih menjadi anggota dewan, Bu Else tinggal di mana?
J: Ya, saya memang harus punya rumah. Selama ini kan saya tinggal di bekas Kantor DPP PDI-P, di bedeng begitu. Nanti saya ditertawai, masak anggota dewan enggak punya rumah. Nanti saya nyicil rumahlah.

Rencana ke depan

T: Apa yang akan Bu Else lakukan di DPRD DKI Jakarta?
J: Saya dan teman-teman mau berjuang untuk kesejahteraan rakyat. Caranya, mengawal program Pak Jokowi, Kartu Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat. Makanya saya mau masuk Komisi E, bidang kesehatan dan pendidikan. Saya berharap bisa bantu mereka yang sakit dan tidak bisa sekolah.

T: Tantangan terberat wakil rakyat itu korupsi. Bagaimana Bu Else menghadapinya?
J: Saya dari dulu tidak pernah berjanji kepada konstituen. Tapi kalau korupsi, saya tidak. Saya tahu persis KPK sangat ketat. Mau melangkah sedikit saja sudah terbaca. Kita menjaga tidak korupsi bukan hanya untuk diri kita, tapi juga untuk partai.

T: Banyak juga toh kader PDI-P yang tersangkut kasus korupsi?
J: Ya itu, mereka biarkanlah mereka. Tapi saya menjaga jati diri saya dan jati diri partai. Ibu Mega pernah bilang, jangan pernah main-main. Kalau main-main itu tanggung jawab sendiri-sendiri, bukan partai.

T: Ada rencana untuk mengembalikan modal kampanye Rp 30 juta?
J: Ada. Tapi kami terima gaji saja. Masak lima tahun enggak balik? Hahaha.

T: Terakhir, bagaimana Bu Else mengakomodir kebutuhan konstituen?
J: Kalau konstituen mau bertemu, silakan datang, saya selalu buka pintu. Ingat, kita ini berasal dari mereka juga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Pernyataan Ketua STIP Soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP Soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Megapolitan
Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Megapolitan
KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

Megapolitan
Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Megapolitan
Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Megapolitan
Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Megapolitan
Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Megapolitan
Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Megapolitan
Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Megapolitan
Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Sediakan Alat Pijat dan 'Treadmill' untuk Calon Jemaah Haji

Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Sediakan Alat Pijat dan "Treadmill" untuk Calon Jemaah Haji

Megapolitan
Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com