Jakarta, Kompas
Hal ini disampaikan Abdillah Ahsan dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Sophapan Ratanachena dari Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) pada konferensi pers tentang kebijakan cukai untuk menurunkan keterjangkauan rokok, Senin (10/6), di Jakarta.
Pertumbuhan konsumsi rokok di Indonesia, dari 251 miliar batang tahun 2009 menjadi 302 miliar tahun 2012. Peningkatan ini karena tingginya keterjangkauan produk ini, kata Abdillah.
”Harga rokok semakin murah dan terjangkau di Asia Tenggara. Hal ini dikaitkan dengan produk domestik bruto (PDB) dan pendapatan penduduk di ASEAN,” ujar Ratanachena.
Ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan SEATCA’s Southeast Asia Initiative on Tobacco Tax (SITT) tahun 2012 di enam negara ASEAN, yaitu Indonesia, Filipina, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Thailand.
Berdasarkan studi itu, Lembaga Demografi UI dan SEATCA mendorong Pemerintah Indonesia dan negara ASEAN lain untuk meningkatkan cukai rokok sesegera mungkin dan reguler. Ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi keterjangkauan produk tembakau.
”Diperlukan kebijakan cukai rokok yang lebih kuat dan efektif di Asia Tenggara. Kenaikan ini dapat meningkatkan pendapatan fiskal dan menekan biaya kesehatan masyarakat,” kata Ratanachena.
Hal senada dikemukakan Abdillah. Kenaikan 10 persen cukai rokok menaikkan 9 persen penerimaan negara. Pemerintah menargetkan cukai rokok tahun 2012 sebesar Rp 72 triliun. Dengan kenaikan ini, akan diperoleh tambahan Rp 6,48 triliun. ”Kenaikan ini cukup untuk mendanai program pengatasan kemiskinan akibat pengurangan 50 persen subsidi BBM,” ujarnya.
Membandingkan persentase harga rokok per bungkus terhadap upah minimum harian, Indonesia terendah persentasenya dibandingkan dengan negara ASEAN lain.