Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Akan Atasi Masalah Intoleransi

Kompas.com - 01/06/2013, 03:36 WIB

New York, Kompas - Bangsa Indonesia akan terus melakukan proses transformasi, termasuk mengatasi sejumlah persoalan terkait intoleransi dan perlindungan hak kaum minoritas.

Penegasan itu disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis sore (Jumat, 31/5 pagi WIB), dalam pidato penerimaan Penghargaan Negarawan Dunia dari Appeal of Conscience Foundation (ACF) di New York, Amerika Serikat.

Penghargaan berupa piala itu diserahkan kepada Presiden Yudhoyono oleh mantan Menteri Luar Negeri AS Henry A Kissinger bersama pendiri ACF, Rabi Arthur Schneier. Bersama Presiden Yudhoyono, Presiden Direktur United Technologies Corporation Louis R Chenevert juga menerima penghargaan.

Wartawan Kompas, Rikard Bagun, dari New York melaporkan, hadir dalam upacara penerimaan penghargaan itu Ny Ani Yudhoyono dan anggota rombongan, antara lain Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, dan Duta Besar Indonesia untuk AS Dino Patti Djalal. Upacara yang dihadiri ratusan tokoh, termasuk dari kalangan agama Islam, Katolik, Kristen, dan Yahudi, itu berlangsung hikmat dan meriah. Doa dipimpin Kardinal Theodore E McCarrick dari Washington dan Imam Besar Shamsi Ali dari New York.

Kissinger dan Schneier dalam kata sambutannya masing-masing mengapresiasi Presiden Yudhoyono atas capaian memajukan kehidupan demokrasi, ikut menciptakan tatanan dunia internasional yang lebih damai, mendorong penghormatan hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan hubungan antar-peradaban.

Kissinger sendiri menerima penghargaan serupa dari ACF tahun 1999. Penerima penghargaan ACF yang didirikan tahun 1965 itu antara lain adalah Kanselir Jerman Angela Merkel, mantan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, mantan Presiden Brasil Fernando Henrique Cardoso, Presiden Ceko Vaclav Havel, mantan pemimpin Uni Soviet Mikhail S Gorbachev, Raja Spanyol Juan Carlos, dan Perdana Menteri India Manmohan Singh.

Dalam pidato penerimaan penghargaan sekitar 15 menit, Presiden Yudhoyono antara lain menggambarkan bagaimana bangsa Indonesia mampu melepaskan diri dari krisis multidimensi 15 tahun lalu. Sempat diramalkan akan mengalami proses balkanisasi, gejala perpecahan berkeping-keping, Indonesia saat ini justru berdiri semakin tegak.

Indonesia mampu melakukan konsolidasi demokrasi dan ekonomi. Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga (setelah India dan AS), menjadi kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dan menjadi anggota ekonomi G-20.

Namun, Presiden juga mengakui, bangsa Indonesia masih harus bekerja keras untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan pengangguran. Sementara itu, masih terdapat kantong intoleransi, kerawanan konflik komunal, dan elemen radikal. Rangkaian persoalan ini dikatakan bukan khas Indonesia, melainkan termasuk fenomena global.

Tak dibiarkan

Di hadapan ratusan tokoh politik, budaya, dan agama, Presiden Yudhoyono menegaskan, Indonesia akan melanjutkan proses transformasi, antara lain tidak akan menoleransi kekerasan yang dilakukan kelompok apa pun yang menggunakan agama. Juga tidak akan membiarkan penistaan terhadap tempat ibadah dengan alasan apa pun. Kaum minoritas dikatakan akan selalu dilindungi dan dijamin tidak akan mengalami perlakuan diskriminatif.

Secara khusus pula Presiden Yudhoyono menyebutkan, Indonesia merupakan negara dengan banyak tempat ibadah. Umat Islam dikatakan memiliki 255.000 masjid, Hindu 13.000 kuil, Buddha 2.000 kuil, Konfusian 1.300 kuil, dan gereja 61.000—yang dikatakan Presiden Yudhoyono lebih banyak dibandingkan dengan di Inggris atau Jerman.

Secara eksternal, Indonesia dikatakan akan terus menjadi salah satu kekuatan penjaga perdamaian dunia. Indonesia selalu siap mengirim pasukan penjaga perdamaian ke wilayah dunia yang dilanda konflik.

Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia akan berjuang sebisa mungkin menjadi jembatan antara dunia Islam dan Barat.    ”Sebagai bangsa yang memiliki sejarah toleransi panjang, Indonesia juga akan terus dengan lantang bersuara moderat yang diyakini sebagai cara terbaik meredam ekstremisme,” kata Presiden.

Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat, Indonesia dapat memperlihatkan, demokrasi, Islam, dan modernisasi bisa berjalan berbarengan secara simbiotis positif. Bangsa Indonesia juga berada di garis depan dalam kerja sama antaragama. Tahun depan, Indonesia akan menjadi tuan rumah konferensi Aliansi Kebudayaan.

Menurut Presiden Yudhoyono, pembangunan masyarakat yang toleran tidak bisa hanya dilakukan dengan pendekatan hukum, tetapi juga persuasi. Tugas membangun toleransi tidak hanya dilakukan seorang pemimpin, tetapi harus bersama-sama. Menurut Yudhoyono, pemimpin yang baik berani berada di garis depan dengan terus memancarkan sinar harapan bagi masa depan. Dengan mengajak bekerja sama untuk dunia yang lebih baik, Presiden menutup pidatonya yang disambut dengan tepuk tangan panjang sambil berdiri oleh ratusan tokoh yang hadir di Hotel The Pierre.

Kemitraan global

Penerimaan penghargaan dari ACF dilakukan Yudhoyono di tengah-tengah kunjungan kerja ke PBB dalam kapasitas sebagai salah satu Ketua Panel Tingkat Tinggi PBB mengenai Agenda Pembangunan Pasca-2015.

Dalam konferensi pers pada Kamis siang, Presiden Yudhoyono menyatakan, dokumen hasil kerja panel selama sembilan bulan sudah diserahkan kepada Sekjen PBB. Dokumen berjudul ”Kemitraan Global Baru” antara lain merekomendasikan upaya pengurangan kemiskinan melalui transformasi ekonomi dengan pembangunan berkelanjutan, yang mengutamakan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Dokumen yang disusun oleh panel yang beranggotakan sejumlah tokoh dunia dengan berbagai latar belakang profesi itu diharapkan akan menjadi acuan untuk penyusunan pembangunan dunia setelah program Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) berakhir tahun 2015.

Menurut Presiden Yudhoyono, Indonesia sudah banyak meraih pencapaian dalam program MDG meski masih banyak yang harus dibenahi dalam mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Bagaimanapun kemajuan Indonesia semakin diakui dunia, seperti terlihat dalam keanggotaan G-20. Atas dasar itu, Presiden menegaskan, tak ada alasan bagi bangsa Indonesia untuk selalu minder, pesimistis, dan rendah diri.

Presiden Yudhoyono dan rombongan akan tiba di Tanah Air hari Minggu pagi setelah melakukan lawatan sejak 27 Mei ke Swedia dan PBB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com