Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Mantan Perambah Mendamba Sejahtera...

Kompas.com - 24/05/2013, 03:46 WIB

Darsono belum berani mengikuti jejak sejumlah petambak lain yang nekat menebar udang dengan membobol saluran air, seperti dilakukan Edi Gading. Petambak plasma itu kini mendekam di tahanan Polda Lampung karena dituduh merusak infrastruktur tambak PT CPB. ”Padahal, ia melakukan itu untuk mencari makan. Dia terpaksa membobol saluran karena pompa-pompa untuk menyedot air laut telah dilucuti perusahaan,” ujar Sugianto.

Menyusul polemik yang kian sengit, manajemen CPB sempat menawarkan program tali asih memutus kemitraan dengan sejumlah petambak. Namun, dari 1.000 petambak yang mendaftar, hanya 700 yang telah mendapatkan dananya. ”Maka itu, tidak semuanya mau menerima program tali asih itu. Sebab, tidak ada jaminan kami pula tidak akan dikejar pihak bank jika menerima tali asih. Sebab, agunan (kredit) ke bank menggunakan surat kepemilikan tambak atas nama kami,” ujar Giono.

Perbaiki kemitraan

Inilah yang kemudian mengakibatkan solusi relokasi para petambak Forsil ke tambak Dipasena yang dimiliki induk PT CPB, yaitu Centrak Proteinaprima Tbk, ditolak para petambak. Pihak Pemkab Tulang Bawang dan manajemen PT CPB sempat menawarkan anggota Forsil direlokasi ke Dipasena dengan tali asih Rp 20 juta dan fasilitas pindah. Jadi, mereka bisa tebar mandiri di sana dan tidak lagi berbenturan dengan kelompok P2K.

”Sebetulnya, kami ini masih ingin bermitra, berbudidaya di sini. Sebab, hanya tambak ini harta yang saya punya. Tebar (udang) mandiri juga belum tentu menjanjikan hasil yang baik karena tetap butuh modal. Untuk itu, petambak dan perusahaan mestinya duduk bersama kembali. Jika ada hal-hal yang kurang baik di masa lalu, kami perbaiki bersama-sama,” ujar Darsono mengharapkan rekonsiliasi dan perbaruan kemitraan.

Apalagi, baru-baru ini PT CPB telah memperkenalkan pola budidaya parameter baru yang hasilnya sangat baik dan memberi harapan baru. ”Dengan pola baru yang mengedepankan efisiensi ini, dari target 2,8 ton (per tambak), kami bisa menghasilkan hingga 3,8 ton. Hasilnya sangat baik,” ujar Kepala Komunikasi PT CPB Tarpin A Nasri.

Pola yang hasilnya menggembirakan itu sempat diujicobakan kepada 700 petambak. Namun, sayangnya, budidaya itu tidak lagi dilanjutkan menyusul memanasnya konflik segitiga di CPB yang melibatkan antarkelompok petambak dengan perusahaan. ”Sangatlah disayangkan. Padahal, kami sempat berharap itu jadi solusi,” ujar Ketua Forsil Cokro Edi Prayitno, beberapa pekan sebelum ia ditangkap polisi karena dituduh sebagai pemicu bentrokan pada 12 Maret.

Pengalaman pahit

Menengahi konflik yang terjadi di Bratasena, Ketua DPRD Provinsi Lampung Marwan Cik Asan meminta para pihak terkait agar saling introspeksi dan menahan diri.

”Semestinya, kita belajar dari pengalaman pahit di Dipasena. Semua pihak rugi. Ribuan orang jadi penganggur, negara pun kehilangan potensi pemasukan. Cukup sudah itu jadi pengalaman buruk,” ujar Marwan menyinggung kasus konflik di tambak udang Dipasena (PT Aruna Wijaya Sakti), beberapa waktu lalu.

Ismail Said, anggota Dewan Pertimbangan Shrimp Club Lampung, juga ikut menyesalkan berlarutnya konflik internal di tambak CPB. Di tengah meroketnya harga jual udang vaname saat ini, yaitu mencapai Rp 60.000 per kilogram, ditambah terpuruknya sentra udang di negara tetangga akibat penyakit serangan dini (early mortality syndrome), menurut dia, industri udang dalam negeri semestinya bangkit menyambut peluang.

”Jangan justru malah ribut bertengkar. Apalagi, tambak CPB ini adalah penyumbang ekspor udang terbesar di Lampung, bahkan Indonesia. Kita punya sarana tambak yang sangat baik di sana dan ada banyak petambaknya. Sayang jika potensi besar itu tidak dioptimalkan,” tuturnya. (Yulvianus Harjono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com