Bandung, Kompas -
Hilangnya peralatan pemantau pernah terjadi di beberapa gunung api lain. Catatan
”Seperangkat alat pemantau kegempaan berharga Rp 200 juta-Rp 250 juta per unit. Bila dipreteli dan dijual ke pedagang besi tua, harganya tak sampai
Menurut Surono, di Tangkubanparahu telah terjadi 11 kali pencurian alat pengamatan sepanjang tahun 2010-2013. Barang yang dicuri antara lain alat pemantauan gempa, panel surya, baterai aki, dan kabel kamera pemantau. Pencurian memicu tewasnya seorang pengamat gunung api. Pengamat Gunung Tangkubanparahu, Kuswardi, meninggal akibat serangan jantung saat mengejar pencuri panel surya di sekitar Kawah Ratu pada 30 Maret 2012.
Menurut Surono, pencurian sangat menyulitkan pemantauan aktivitas Tangkubanparahu. Padahal, gunung itu adalah salah satu gunung api aktif di Jabar.
Tangkubanparahu meletus pada Februari-Maret 2013. Kawah Ratu, yang menjadi pusat letusan, hingga kini masih dikunjungi banyak wisatawan dan tempat penghidupan bagi para penjual makanan dan suvenir.
”Pencurian sudah kami laporkan ke kepolisian. Kami berharap hal ini tidak berulang. Ulah segelintir orang itu bisa membawa akibat buruk bagi masyarakat yang tinggal di sekitar gunung,” katanya.
Sebelumnya, petugas Pos Pengamatan Gunung Guntur Ade Koswara
bersyukur belum ada pencurian alat pemantau. Ia yakin, masyarakat di sekitar Guntur relatif lebih paham tentang bahaya bila alat pemantau dicuri.
Saat itu, ada enam alat pemantau seismik dipasang di Guntur, yakni di Citiis, Puncak Guntur, Masigit, Sodong, Legok Pulus, dan Kiamis. Empat tiltmeter untuk mengukur kembang kempis badan gunung dipasang di Timur Guntur, Puncak Guntur, Sodong, dan Cikatel. Alat dilengkapi GPS untuk kecepatan dan penyimpanan data melalui satelit.