Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keteguhan bagi Orang Rimba

Kompas.com - 02/05/2013, 04:03 WIB

Irma Tambunan

Hidup sebagai Orang Rimba semakin sulit. Di dalam hutan yang semakin hancur, sumber makanan mereka pun kian menipis. Kalau ke luar hutan, mereka malah kerap ditipu orang desa. Mereka ibaratnya bagai kerakap di atas batu. Keadaan ini menggelisahkan masyarakat Rimba atau Suku Anak Dalam yang sebagian besar menempati kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas, Provinsi Jambi.

Orang Rimba mulai tersadar, suatu saat nanti Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) bisa semakin hancur. Tak ada pihak yang bisa menjamin hutan sebagai ruang hidup Orang Rimba tetap lestari meski untuk mempertahankan hutan, mereka telah berupaya keras menjaganya.

Namun, bagaimanapun, kehidupan Orang Rimba tetap berjalan. Adat juga harus tetap dijaga. Orang Rimba yang tersisa akan berusaha mempertahankan peradabannya.

Itulah tekad kuat Beteguh (14), remaja rimba dari kelompok Kedundung Muda pimpinan Tumenggung Nggrip. Mereka adalah kelompok yang menempati TNBD wilayah Sarolangun, Jambi.

Beteguh adalah satu dari sedikit anak rimba yang berhasil meretas aksara. Beteguh bahkan menjadi guru bagi teman-temannya sendiri. Sejak tiga tahun terakhir ini, Beteguh mengajari lebih dari 50 anak rimba membaca, menulis, dan berhitung. Mereka tersebar di sejumlah kelompok dalam TNBD.

Sebagaimana yang telah dijalankannya selama ini, cita-cita Beteguh sesungguhnya sederhana. Dia ingin mencerdaskan anak-anak rimba agar mereka tak lagi ditipu orang desa saat menjual hasil panen atau berbelanja di pasar.

”Orang desa sering bilang getah karet kami beratnya hanya 10 kilogram, padahal sebenarnya 20 kilogram. Banyak di antara kami yang ditipu karena belum mengenal aksara,” ujarnya.

Sejalan dengan cita-citanya, Beteguh ingin menjadi peneliti. Tujuannya, memperkenalkan dan melestarikan adat Orang Rimba. Ia juga berjuang mempertahankan keberadaan TNBD sebagai ruang hidup Orang Rimba. Ini merupakan bentuk pengabdian Beteguh kepada rimba, tempat dia dibesarkan.

”Sudah banyak peneliti datang ke rimba kami. Namun, belum ada Orang Rimba yang menjadi peneliti untuk adat dan budaya Orang Rimba sendiri,” ujar Beteguh.

Bersembunyi

Beteguh memulai kisahnya. Dia bersentuhan dengan dunia pendidikan sejak berusia enam tahun. Waktu itu, sama seperti kebanyakan anak rimba pada umumnya, pertemuan pertama dengan orang dari luar rimba adalah sesuatu hal yang dirasa mengerikan.

Ketika sejumlah sukarelawan dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi berkunjung ke lokasi tempat Orang Rimba tinggal, Beteguh telah melihat dari jauh. Beteguh dan anak-anak sebaya lalu berlari menjauh karena takut. ”Saya bersembunyi di balik pohon,” kenangnya.

Setelah beberapa kali melihat kedatangan para sukarelawan tersebut, Beteguh barulah mulai terbiasa. Dia kemudian memahami ada niat baik mereka terhadap Orang Rimba. Bapak Beteguh yang menjadi pemangku adat setempat, Basemen, mengatakan, para tamu itu bermaksud mengajari anak-anak rimba membaca, menulis, dan berhitung.

Basemen tertarik akan tawaran baik itu. Dia sadar, selama ini banyak Orang Rimba ditipu lebih karena kelemahan mereka sendiri. Itulah sebabnya Orang Rimba harus pandai, bahkan lebih pandai daripada orang-orang desa.

Selama mengikuti pendidikan alternatif, Beteguh merasa senang. Para guru sukarelawan datang ke hutan dan menginap di rimba sehingga anak-anak bisa belajar sepuasnya kapan saja. Kegiatan Beteguh sebagai anak Orang Rimba, seperti membantu bapaknya menyadap karet, mencari rotan, atau berburu, tidak terganggu.

Menonjol

Kemampuan Beteguh terlihat menonjol di antara anak-anak lain yang sebaya. Anak ketiga dari tujuh bersaudara ini mengikuti ujian persamaan untuk mendapat ijazah sekolah dasar pada 2011 di SD Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun. Beteguh lulus. Dia kemudian mendaftar sebagai siswa reguler di SMPN 12 Satu Atap di kelas VIII.

Meski mengikuti pendidikan sekolah umum, Beteguh tak selalu masuk sekolah. Kegiatan belajar-mengajar di sekolah hanya diikutinya selama dua pekan dalam sebulan. Dua pekan berikutnya dia masuk rimba untuk membantu orangtua bekerja dan mengajari anak-anak kecil dalam hutan itu membaca, menulis, dan berhitung.

Meski tak rutin bersekolah, Beteguh tetap bisa meraih juara di kelasnya. Bagi dia, belajar bisa dilakukan di mana pun asalkan ada keinginan untuk maju.

Interaksi dengan banyak peneliti yang masuk ke TNBD memicu Beteguh untuk bercita-cita menjadi peneliti. Dia meyakini, apabila menjadi peneliti, kelak dia bisa membuka mata dunia akan kekayaan adat dan budaya Orang Rimba. Beteguh berharap dunia akan lebih peduli dan menghormati kehidupan dan keyakinan Orang Rimba.

Beteguh merancang penelitian tentang Orang Rimba. Ketika masuk ke TNBD, dia menyempatkan diri mengobrol dengan para tetua adat, termasuk bapaknya sendiri, untuk mendalami adat dan budaya setempat. Seluruh hasil obrolan itu dia tuangkan dalam tulisan.

Sebagai orangtua, Basemen menyatakan tak akan membatasi keinginan Beteguh bersekolah setinggi apa pun. Itu sesuai dengan seloka adat, ”Dimano gelanggang ramai, dio numpang bergurau. Dimano periuk terjerang, dio numpang makan”, yang berarti anak laki-laki dalam rimba dapat bebas dan berjuang menggapai keinginannya.

Basemen hanya selalu mengingatkan anaknya agar tak melupakan rimba, tempat kehidupan mereka. Segala yang telah dicapai di luar semestinya untuk memperkuat adat dan budaya setempat, bukan justru untuk melupakannya.

Beteguh • Usia: 14 tahun • Orangtua: Basemen (ayah) dan Induk Meluring (ibu) • Pencapaian: - Delapan tahun lebih ikut belajar baca, tulis, dan hitung bersama sukarelawan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi dalam Taman Nasional Bukit Duabelas - Lulus ujian persamaan sekolah dasar tahun 2011 - Bersekolah reguler di SMPN 12 Satu Atap, Kabupaten Sarolangun, kelas VIII - Ranking pertama di kelas VII - Juara III Lomba Baca Puisi dalam rangka Hari Sumpah Pemuda tahun 2012 - Aktor pemeran utama dalam pementasan teater dengan lakon ”Guru Kecil” pada Perkemahan Putri Nasional (Perkempinas) 2012 di Kabupaten Sarolangun - Juara II Lomba Cerdas Cermat Lingkungan dalam rangka Hari Lingkungan Hidup tahun 2012 - Membaca puisi dalam pertemuan Jaringan Pendidikan Alternatif di Jakarta, Desember 2012 - Tengah menyusun penelitian tentang Adat Orang Rimba dan Persepsi Anak Muda Orang Rimba terhadap Adat dan Hutan - Menjadi kader pendidikan (guru rimba) selama tiga tahun, telah mengajar lebih dari 50 anak Orang Rimba di Bukit Duabelas - Peserta terbaik dalam perkemahan siaga dan penggalang yang diselenggarakan Pramuka Gugus Depan SMPN 12 Satu Atap Sarolangun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com